Utang Bank Indonesia Melonjak Dua Kali Lipat Akibat Penerbitan SRBI

  • Bagikan
Ilustrasi utang luar negeri pemerintah Indonesia.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia hingga akhir Januari 2025 sebesar 427,5 miliar Dolar AS atau setara Rp6.968,25 triliun (asumsi kurs Rp16.300 per Dolar AS). ULN Bank Indonesia mencatat kenaikan paling pesat, hampir dua kali lipat selama setahun.

Utang Luar Negeri atau ULN Bank Indonesia hingga akhir Januari 2025 tercatat sudah mencapai 28,31 miliar Dolar AS. Kenaikannya hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni hanya sebesar 14,61 miliar Dolar AS.

Bahkan, ULN Bank Indonesia dalam lima tahun telah naik sekitar 10 kali lipat dari posisi Januari 2020 yang hanya 2,82 miliar dolar AS. Sementara ULN Pemerintah dalam periode yang sama sudah turun 0,08 persen dan ULN Swasta turun 3,59 persen.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky menjelaskan, lonjakan ULN Bank Indonesia pertama terjadi pada Agustus 2021 lalu. Saat itu, Bank Indonesia "dipaksa" berutang oleh International Monetary Fund (IMF).

IMF membagi cadangan devisa kepada seluruh anggotanya sesuai kuota saham, namun mencatatnya sebagai utang bank sentral masing-masing. Posisi ULN BI per Juli 2021 sebesar 2,84 miliar Dolar AS menjadi 9,17 miliar dolar AS per Agustus 2021.

"Laju kenaikan ULN Bank Indonesia selanjutnya disebabkan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sejak September 2023," ungkap Awalil dikutip dari Republika.

SRBI merupakan instrumen surat utang yang dikeluarkan BI berjangka pendek, antara lain enam bulan, sembilan bulan dan 12 bulan. SRBI yang dibeli pihak asing tercatat sebagai utang luar negeri atau ULN.

Posisi SRBI per pekan kedua September 2023 ketika mulai diterbitkan hanya sebesar Rp24,46 triliun. Pada akhir Januari 2025 sudah mencapai Rp 893,97 triliun. Bahkan sempat mencapai Rp940 triliun pada Desember 2024.

Namun, kepemilikan asing yang dicatat sebagai ULN BI hanya sekitar 25 persen. Bagaimanapun, hal ini berdampak lonjakan ULN BI menjadi sebesar 28,34 miliar dolar AS per akhir Januari 2025.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang terus dikelola secara prudent dan efisien, alokasi pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah.

Menurut Ramdan, pengelolaan ULN pemerintah terus dijaga dalam batas aman dan terkendali untuk mendukung momentum pertumbuhan perekonomian. Alokasi ULN antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,6% dari total ULN pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (17,8%); Jasa Pendidikan (16,6%); Konstruksi (12,1%); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (8,2%). (fajaronline)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan