FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, menyoroti tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi menolak revisi UU TNI di berbagi daerah, termasuk Jakarta.
Insiden ini semakin mendapat perhatian setelah seorang pengemudi ojek online (ojol) menjadi korban kekerasan meski diduga hanya kebetulan berada di lokasi.
Dikatakan Ferdinand, insiden pemukulan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi dan menunjukkan bahwa kepolisian bertindak terlalu keras terhadap demonstran.
"Sangat disayangkan, pemukulan ini seharusnya tidak terjadi," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Jumat (21/3/2025).
Tambahnya, Polisi seharusnya mendengar suara para demonstran, bukan melakukan kekerasan bagaikan menghadapi penjahat atau maling.
"Seharusnya suara mereka didengar, bukan dipukuli, apalagi diperlakukan seperti penjahat, maling," lanjutnya.
Ferdinand juga menekankan bahwa tindakan aparat yang berujung pada kekerasan terhadap pengemudi ojol menjadi keprihatinan bersama.
"Apa yang dialami saudara kita tukang ojek online ini adalah keprihatinan bagi kita," ucapnya.
Ia menilai kepolisian harus bertanggung jawab dan meminta maaf kepada korban.
"Saya kira pihak kepolisian harus meminta maaf kepada korban dan mengakui bahwa ini di luar kesengajaan," Ferdinand menuturkan.
"Tapi ini susah juga yah, kemarin polisi tampak cukup keras dalam menangani demonstrasi, dan akhirnya ada korban salah sasaran," tambahnya.
Lebih jauh, Ferdinand menyebut bahwa korban memiliki hak untuk menempuh jalur hukum dan menuntut pertanggungjawaban dari pihak kepolisian atas tindakan kekerasan yang dialaminya.
Kasus ini semakin menambah sorotan terhadap cara kepolisian menangani aksi-aksi demonstrasi di Indonesia, di mana pendekatan represif kerap menuai kritik dari berbagai pihak.
"Kalau bicara soal hukum, saya pikir korban ini, tukang ojek online ini berhak melakukan tuntutan kepada pihak Kepolisian karena mengalami kekerasan," tandasnya.
Sebelumnya, seorang driver ojol, atas nama Raka (22) dikeroyok puluhan aparat kepolisian saat demo penolakan pengesahan RUU TNI, pada Kamis, (20/3/2025).
Beredar video, yang menampilkan saat peristiwa tersebut terjadi, terlihat Raka yang saat itu menggunakan baju hitam, tiba-tiba ditarik salah satu anggota polisi.
Bahkan tampak jelas rambutnya ditarik oleh aparat yang mengendarai motor, kemudian selang beberapa waktu anggota polisi lainnya berdatangan.
Tanpa pikir panjang, anggota polisi dengan jumlah puluhan itu kemudian mendorong Raka ke arah tembok sambil memukul menggunakan pentungan, hingga menendang.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Raka, ia saat itu sedang duduk di trotoar namun tidak diprediksi akan datang beberapa polisi yang sedang memukul mundur massa Aksi Tolak RUU TNI dari jalan Gatot Subroto menuju Senayan.
Raka juga menyebut alasan anggota polisi, yang tiba-tiba menjadikan ia target untuk dikeroyok, setelah ia mendapatkan penanganan tim media.
"Dikira mahasiswa, padahal gua ojol lagi istirahat karena baterai habis, gua enggak ada PB, ya sudah gua ke sini," kata Raka, dikutip Kamis, (22/3/2025).
Lebih lanjut, Raka menjelaskan setelah ditangkap, puluhan Brimob menghampirinya, lalu spontan memukulnya.
"Langsung disayurin 20an Brimob," kata Raka.
Ia juga mengaku, jika dirinya tidak diberikan waktu untuk menjelaskan, tetapi langsung dikeroyok.
"Kamu mahasiswa ya? Gitu. Saya bukan pak. Langsung datang semua. Langsung dipaksa buat ngomong kalau gua mahasiswa. Ya sudah gue diam aja gitu," lanjutnya.
Akibat pengeroyokan itu, Raka mengalami luka dibagian kepala dan bekas pukulan di tangan dan kaki.
"InsyaAllah aman," tandasnya.
(Muhsin/fajar)