FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengklaim revisi UU TNI bukan kemauan Presiden Prabowo Subianto. Hal itu dipersoalkan.
Salah satunya dari Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar. Ia mengaku perutnya perih mendengar hal tersebut.
“Aduh pak, perih perut saya dengan pernyataan ini,” kata Zainal dikutip dari unggahannya di X, Jumat (21/3/2025).
Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan mestinya Menhan cerdas sedikit. Jika ingin membela Presiden Prabowo.
“Mau belain Presiden harus cerdas dikit pak,” ujar pria yang karib disapa Uceng itu.
Ia bahkan menyarankan Menhan kembali membaca pasal 20 Undang-Undang Dasar (UUD). Di situ, kata dia disebutkan presidenlah yang membahas legislasi.
“Mohon baca pasal 20 UUD, nda ada kata pemerintah dalam pasal legislasi, adanya Presiden,” ucap Uceng.
Karenanya, Uceng menyebut UU TNI pasti maunya presiden dan DPR.
“Jadi, UU TNI itu pasti maunya Presiden dan DPR, karena Presiden yang membahas dan menyetujui bersama DPR,” terangnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan tidak ada intervensi Presiden Prabowo Subianto dalam Revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
“Itu semuanya adalah hasil kesepakatan pemerintah dengan DPR. Tidak ada permintaan Presiden,” kata Sjafrie, Kamis, (20/3/2025).
Diketahui, dalam RUU TNI itu ada empat poin perubahan, yang pertama adalah Pasal 3 mengenai kedudukan TNI yang tetap berada di bawah presiden soal pengerahan dan penggunaan kekuatan.
Sedangkan strategi pertahanan dan dukungan administrasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.
Kemudian Pasal 7 mengenai operasi militer selain perang (OMSP), yang menambah cakupan tugas pokok TNI dari semula 14 tugas menjadi 16 tugas.
Penambahan dua tugas pokok itu meliputi membantu dalam menanggulangi ancaman siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.
Kemudian perubahan yang ketiga, yakni pada Pasal 47 soal jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif. Pada undang-undang lama terdapat 10 bidang jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif, sedangkan dalam RUU tersebut bertambah menjadi 14 bidang jabatan sipil.
Jabatan itu bisa diisi prajurit TNI aktif hanya berdasarkan permintaan kementerian/lembaga dan harus tunduk pada ketentuan dan administrasi yang berlaku. Di luar itu, TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan jika hendak mengisi jabatan sipil.
Jabatan itu bisa diisi prajurit TNI aktif hanya berdasarkan permintaan kementerian/lembaga dan harus tunduk pada ketentuan dan administrasi yang berlaku. Di luar itu, TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan jika hendak mengisi jabatan sipil.
Perubahan yang terakhir, yakni pada Pasal 53 soal perpanjangan usia pensiun bagi prajurit di seluruh tingkatan pangkat. Batas usia pensiun bintara dan tamtama menjadi 55 tahun, sedangkan perwira sampai pangkat kolonel memiliki batas usia pensiun 58 tahun.
Untuk perwira tinggi, masa dinas diperpanjang, khususnya bagi bintang empat, yakni 63 tahun dan maksimal 65 tahun. Sedangkan dalam undang-undang yang lama, dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.
(Arya/Fajar)