FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyebut pengajuan Revisi Undang-undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) bukan permintaan Presiden. Namun, sejumlah kalangan merujuk naskah akademik RUU TNI yang mengungkap fakta berbeda.
Salah satu konten kreator dengan nama pengguna atau akun @rds_dialectique di Instagram dan TikTok, salah satu yang menyoroti komentar Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menyebut tak ada cawe-cawe presiden dalam RUU TNI. Dia mengatakan, buktinya ada dalam naskah akademik RUU TNI.
“100 persen bohong. Itu bisa dibuktikan di naskah akademik, ada unsur yang membuktikan bahwa itu permintaan presiden,” kata @rds_dialectique dalam video yang diunggah di media sosial TikTok dan Instagram, seperti dikutip Sabtu (22/3/2025).
Akun @rds_dialectique memaparkan, dalam naskah akademik RUU TNI, tepatnya pada poin d kajian implementasi, menunjukkan omongan Sjafrie Sjamsoeddin keliru.
“Paragraf ke-2 menyebutkan penempatan prajurit aktif TNI kementerian/lembaga lain sudah dilakukan atas kebijakan presiden. Saat ini yang diperlukan adalah menguatkan dasar hukumnya di dalam UU TNI,” paparnya.
Ia menjelaskan hal itu disebut post-factum. Sesuatu yang telah dijalankan namun dibuatkan legitimasinya saja.
“Ini yang disebut post-factum, atau ekspos facto, praktiknya sudah berjalan tanpa dasar hukum yang jelas, bahkan melanggar hukum lalu berusaha membuat legitimasi hukum setelah praktik berlangsung,” jelasnya.
Pada poin d soal implementasi itu juga menunjukkan bahwa presiden lah yang sejak awal menginisiasi TNI aktif menduduki jabatan sipil.