FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara PDI Perjuangan, Mohamad Guntur Romli, menanggapi bantahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan bahwa penggeledahan di kantor Visi Law tidak berkaitan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Guntur menyoroti keterlibatan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) yang sama dalam penggeledahan tersebut, yang menurutnya sebelumnya juga terlibat dalam upaya kriminalisasi terhadap Hasto.
"Tapi Kasatgas yang sama menggeledah kantor Visi Law juga yang sama mengkriminalisasi Mas Hasto, dan terus bertanya-tanya tentang Febri Diansyah," ujar Guntur Romli dr X @GunRomli (23/3/2025).
Ia pun mempertanyakan apakah sasaran utama penggeledahan ini sebenarnya adalah Febri Diansyah, mantan juru bicara KPK yang kini menjadi pengacara Hasto Kristiyanto.
"Maksudnya apa? Sasaran utama dari penggeledahan ini tampaknya Febri Diansyah yang jadi PH Sekjen PDI Perjuangan," tambahnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kantor pengacara Visi Law Office di Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada Rabu (19/3/2025).
Tindakan ini dilakukan dalam penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
KPK menduga bahwa firma hukum tersebut menerima aliran dana yang berasal dari hasil korupsi SYL.
Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik.
Visi Law Office didirikan oleh Febri Diansyah bersama Donal Fariz pada 22 Oktober 2020, dan kemudian diikuti oleh Rasamala Aritonang.
Namun, Febri kini telah keluar dan mendirikan firma hukumnya sendiri, Diansyah & Partners Law Firm.
Hingga saat ini, pihak Visi Law Office belum memberikan keterangan resmi terkait penggeledahan tersebut.
Untuk diketahui, ketiga pendiri firma hukum ini telah diperiksa oleh KPK dalam kasus SYL dan juga dikenakan pencegahan bepergian ke luar negeri.
SYL sendiri telah divonis 12 tahun penjara atas kasus pungutan liar (pungli) di Kementerian Pertanian, di mana ia menerima dana sekitar Rp 44,5 miliar.
Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi dan keluarganya, termasuk perawatan kecantikan, pembelian perhiasan, pakaian, serta kendaraan.
Selain itu, SYL juga menghadapi perkara lain terkait dugaan gratifikasi dan TPPU dengan nilai mencapai Rp 60 miliar. Dalam kasus ini, ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
(Muhsin/fajar)