Saat kudeta terjadi, Thaksin tengah menghadiri sidang umum PBB di Amerika Serikat. Sejak saat itu, ia menghadapi berbagai tuntutan hukum dan memilih hidup dalam pengasingan selama belasan tahun. Salah satu kasus yang menjeratnya adalah peluncuran lotere dua dan tiga digit yang dianggap ilegal. Dalam kasus ini, ia dijatuhi hukuman dua tahun penjara secara in absentia karena penyalahgunaan kekuasaan.
Thaksin juga terseret dalam skandal Pinjaman Exim Bank. Pada 2019, Mahkamah Agung Thailand menjatuhkan hukuman kepadanya atas konflik kepentingan terkait pinjaman 4 miliar baht (sekitar Rp1,7 triliun) dari Bank Exim Thailand kepada pemerintah Myanmar pada 2004.
Dana tersebut diberikan dengan bunga rendah agar Myanmar membeli produk dari Shin Satellite Plc., perusahaan milik keluarga Thaksin. Investigasi kemudian mengungkap bahwa Myanmar menggunakan sebagian besar dana tersebut untuk membeli produk dari perusahaan tersebut.
Selain itu, Thaksin dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada Oktober 2008 karena kasus konflik kepentingan terkait pembelian tanah oleh istrinya saat itu, Khunying Potjaman na Pombejra. Namun, ia berhasil menghindari hukuman dengan melarikan diri ke luar negeri.
Setelah lebih dari satu dekade hidup dalam pengasingan, Thaksin akhirnya kembali ke Thailand pada 2023 dan langsung dijebloskan ke penjara. Awalnya, ia dijatuhi vonis delapan tahun penjara atas berbagai kasus yang menjeratnya. Namun, vonis tersebut dipangkas menjadi hanya satu tahun setelah ia mendapat pengampunan dari Raja Thailand. Pada akhirnya, Thaksin dibebaskan dengan alasan kondisi kesehatannya yang memburuk.