Oleh : Muliadi Saleh, Direktur Eksekutif SPASIAL, Trainer Motivator
RELATIVITAS waktu dan ruang terasa menemukan momentnya. Waktu melaju seperti angin malam yang berbisik di sela doa. Ramadhan yang begitu dinanti, kini perlahan beranjak pergi, meninggalkan jejak cahaya di hati yang berusaha kembali suci. Seperti matahari yang perlahan tenggelam di ufuk, ia mengajarkan bahwa segala yang datang akan berlalu, dan segala yang berlalu meninggalkan makna.
Sebulan penuh kita ditempa oleh lapar dan dahaga, bukan sekadar menahan diri, tetapi juga menyelami arti keikhlasan dan kesabaran. Waktu yang terasa lambat di awal, kini berlari cepat menuju perpisahan. Ramadhan adalah perjalanan—bukan hanya menuju Idul Fitri, tetapi juga menuju diri yang lebih baik dan lebih fitrah.
Sebentar lagi takbir akan bergema, menggantikan lantunan ayat-ayat sahur yang menemani fajar. Semoga jejak Ramadhan tidak sekadar menjadi kenangan, tetapi terus hidup dalam laku, dalam hati, dalam setiap langkah yang mencari cahaya.
Ini adalah momen yang dinanti-nantikan, saat kota-kota besar mulai mengendurkan denyutnya, membiarkan jalan-jalan dipenuhi oleh kendaraan yang berbondong menuju kampung halaman. Mudik telah tiba, Lebaran menanti.
Lebaran: Melapangkan Maaf, Merayakan Kemenangan
Lebaran bukan sekadar hari raya. Kata "Lebaran" sendiri, menurut berbagai pendapat, berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yakni lebar yang berarti selesai atau usai—menandakan berakhirnya Ramadan dan tibanya kemenangan. Ada pula yang mengaitkannya dengan kata dalam bahasa Arab, bar (kesucian), atau lubér (melimpah), mengisyaratkan rezeki dan ampunan yang mengalir deras pada hari istimewa ini.