FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai sorotan dari Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin). Pemicunya, terkait pernyataan KPK yang menyebut honor yang diterima Febri Diansyah dari mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo berasal dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Honorariun dimaksud yakni ketika Febri Diansyah menjadi salah satu tim pengacara SYL saat menghadapi kasusnya di KPK. Tuduhan KPK itu dinilai tidak berdasar dan berpotensi mencederai profesi advokat.
Penilaiantersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Maqdir Ismail. Dia mengkritisi langkah KPK terhadap koleganya, Febri Diansyah.
"Kegiatan yang dilakukan oleh Saudara Febri Diansyah selama ini adalah menjalankan fungsi dan kewajibannya sebagai advokat. Namun, framing yang muncul di media seolah-olah Febri dan kawan-kawan menerima honorarium yang berasal dari kejahatan," kata Maqdir di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/3).
"Padahal, advokat tidak memiliki kewajiban untuk menanyakan asal-usul uang yang dibayarkan sebagai fee," sambungnya.
Maqdir menegaskan, jika memang ada dugaan pencucian uang, KPK harus terlebih dahulu membuktikan bahwa dana yang diterima Febri berasal dari tindak pidana. "Kalau tidak bisa dibuktikan, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai pencucian uang," tegasnya.
Ia juga menyoroti praktik di berbagai negara, dimana ada aturan yang melarang advokat menerima uang jika terbukti berasal dari kejahatan. Namun, ia menegaskan bahwa tidak semua negara menerapkan aturan serupa.
"Di Kanada, misalnya, hal ini tidak dilarang selama advokat tidak mengetahui secara pasti bahwa uang itu berasal dari kejahatan," jelasnya.
Maqdir juga menilai bahwa langkah KPK dalam kasus ini memiliki motif tertentu, terutama mengingat Febri Diansyah terlibat sebagai tim hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Terlebih, Febri dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah.
"Kesan yang muncul adalah perkara ini digali kembali setelah Febri ikut membantu kami. Ini bukan hanya merusak hak-hak dan martabat Saudara Febri, tetapi juga martabat kami sebagai advokat," tegasnya.
Selain itu, ia menyesalkan cara KPK menangani perkara ini tanpa lebih dulu melakukan pemeriksaan mendalam sebelum mengumumkannya ke publik. "Kami khawatir ada kesengajaan untuk merusak harkat dan martabat dari teman-teman, termasuk Saudara Hasto Kristiyanto dan tim kuasa hukum lainnya," tuturnya.
Karena itu, Maqdir mendesak KPK untuk lebih transparan dan bertindak berdasarkan bukti yang kuat. "Sebaiknya KPK menunjukkan bukti awal bahwa ada penerimaan uang yang berasal dari kejahatan klien Febri, bukan dengan cara seperti ini," pungkasnya. (fajar)