Sorotan tajam Sungai Watch tertuju pada kemasan gelas plastik Aqua yang dinilai masih menjadi kontributor signifikan terhadap pencemaran sungai. Padahal, perusahaan multinasional asal Prancis tersebut kerap mengklaim memiliki berbagai inisiatif daur ulang.
"Danone masih sangat bergantung pada kemasan plastik sekali pakai dengan format kecil, dengan sebagian besar pencemaran berasal dari gelas plastik, sebuah format yang masih sulit didaur ulang di Indonesia," tulis Sungai Watch dalam laporannya.
Peringatan keras ini sejalan dengan penegasan Menteri Hanif yang menekankan produsen memiliki tanggung jawab untuk memastikan kemasan produk mereka mudah ditangani atau didaur ulang. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengelolaan Sampah yang secara jelas menyatakan tanggung jawab produsen dalam mengelola sampah kemasan yang mereka hasilkan.
Lebih lanjut, Menteri Hanif menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup akan menindaklanjuti data dari LSM lingkungan seperti Sungai Watch dengan menerbitkan paksaan kepada produsen untuk membayar ganti rugi.
Langkah ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain tuntutan ganti rugi, skema pemulihan lingkungan yang terdampak juga menjadi opsi yang disiapkan.
Namun, jika kedua langkah tersebut tidak efektif, Kementerian tidak akan ragu untuk mengajukan gugatan hukum ke pengadilan, dengan sanksi pidana sebagai konsekuensi tambahan. "Dan sepertinya hampir di semua pengadilan kami tidak pernah kalah," tegas Menteri Hanif dengan optimisme.