FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Ramadan membawa atmosfer yang berbeda di Rutan Kelas I Makassar. Bukan hanya suasana ibadah yang lebih kental, tetapi juga semangat perubahan yang mulai tumbuh di antara para warga binaan.
Di balik jeruji, mereka yang dulunya jauh dari nilai-nilai keagamaan kini berusaha menghafal ayat demi ayat Al-Qur’an.
Melalui program One Day One Ayat, mereka menemukan cara baru untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengisi waktu dengan sesuatu yang lebih bermakna.
Kepala Rutan Kelas I Makassar, Jayadikusumah menegaskan bahwa program ini akan terus berlanjut.
Setelah 20 peserta pertama, warga binaan lainnya akan diberi kesempatan untuk mengikuti kegiatan serupa.
“Insyaallah kegiatan ini berkelanjutan karena mahasiswa magang dari Fakultas Psikologi UNM akan berada di sini selama enam bulan. Kami akan terus merekrut warga binaan lain untuk ikut serta,” ujar Jayadikusumah.
Ia berharap, program ini mampu membawa dampak positif dan menjadi bekal berharga bagi warga binaan ketika bebas nanti.
“Mudah-mudahan ini bermanfaat bagi mereka. Setidaknya, setelah keluar nanti, ada perubahan dalam diri mereka, dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu,” tambahnya.
Selain "One Day One Ayat," warga binaan juga sudah lebih dulu mengikuti program Pendidikan Al-Qur’an Orang Dewasa (Dirosa).
Khusus di bulan Ramadan, Rutan Kelas I Makassar pun mengadakan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pesantren kilat, kajian Ramadan, tadarus, dan Dirosa.
Bahkan, dalam pelaksanaan salat tarawih berjamaah, beberapa warga binaan kerap bertindak sebagai imam saat tidak ada ustaz yang datang, menurut Kepala Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan Rutan Makassar, Abd. Jalil.
"Untuk program tahfidz one day one ayat ini rutin dilakukan setiap hari jelang berbuka puasa," jelasnya.
Hafalan sebagai Jalan Baru
Bagi sebagian besar warga binaan, menghafal Al-Qur’an bukanlah hal yang pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Namun, keterlibatan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) dalam program ini menghadirkan perspektif berbeda.
Mereka tidak hanya mengajarkan hafalan, tetapi juga memahami bagaimana cara otak bekerja dalam menyerap informasi.
"Dalam metode ini, kami mencoba dua pendekatan, yaitu pendengaran dan penglihatan. Ayat-ayat Al-Qur’an diputar berulang kali, lalu dituliskan dan dibaca kembali hingga benar-benar melekat di ingatan," ujar Nur Lathifah Dzakiyyah Aqilah, salah satu mahasiswa yang terlibat dalam program ini.
Di dalam rutan, hafalan bukan sekadar soal mengingat. Ini adalah upaya untuk menemukan kembali makna hidup, mencari ketenangan, dan menebus kesalahan dengan cara yang lebih mendalam.
Bukan Sekadar Ritual, tapi Perubahan
Program ini mungkin terdengar seperti rutinitas keagamaan biasa, tetapi bagi warga binaan, ia menjadi jalan untuk merenung dan memperbaiki diri.
Mereka yang tergabung dalam kegiatan ini mulai menunjukkan perubahan, baik dalam sikap maupun cara berpikir.
Salah satu peserta, yang dulunya mengaku hanya mengenal Al-Qur’an sebatas tulisan, kini merasa lebih percaya diri saat membaca dan bahkan mulai menghafal ayat-ayat pendek.
"Dulu saya bahkan tidak tahu cara membaca Al-Qur’an dengan benar. Sekarang, saya sudah bisa menghafal beberapa ayat. Rasanya ada ketenangan di hati," ungkap seorang warga binaan yang ikut dalam program ini.
Di tengah keterbatasan ruang gerak, mereka menemukan kebebasan dalam huruf-huruf suci.
Ada yang mulai bercita-cita menjadi guru mengaji setelah bebas nanti, ada pula yang berharap bisa membangun kehidupan yang lebih baik berlandaskan agama.
Ramadan dan Harapan Baru
Selain One Day One Ayat, warga binaan juga mengikuti berbagai aktivitas keagamaan lainnya, seperti kajian Ramadan dan tadarus.
Dalam beberapa kesempatan, mereka yang telah lebih lancar membaca bahkan menjadi imam salat tarawih ketika tidak ada ustaz yang datang.
Di balik dinding-dinding rutan, Ramadan menjadi lebih dari sekadar bulan puasa. Ia menjelma menjadi kesempatan kedua, jalan bagi mereka yang ingin memulai lembaran baru dalam hidup.
Bagi sebagian orang, kebebasan mungkin masih jauh di depan mata. Namun, bagi mereka yang kini mulai mengenal Al-Qur’an, kebebasan sejati mungkin justru sudah mereka temukan dalam setiap ayat yang berhasil mereka hafal.
(Muhsin/fajar)