Waketum Partai Garuda Sebut Demonstrasi Penolakan Revisi UU TNI Pasca Disahkan Langgar Konstitusi

  • Bagikan
Juru Bicara Partai Garuda, Teddy Gusnaidi (Foto: Istimewa)
Juru Bicara Partai Garuda, Teddy Gusnaidi (Foto: Istimewa)

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi menyebut demonstrasi penolakan revisi Undang-Undang (UU) TNI yang terus meluas sebuah pelanggaran konstitusi. Karena UU itu telah disahkan.

“Kalau pendapat tidak dikabulkan jangan memaksa. Itu melanggar demokrasi, melanggar UU dan konstitusi,” kata Teddy dikutip dari unggahannya di X, Kamis (27/3/2025).

Pasalnya, kata diaUU TNI telah disahkan. Ia menilai demonstrasi penolakan tersebut mestinya sudah diselesaikan.

“Revisi UU TNI sudah selesai, maka seharusnya dan sepatutnya secara hukum di negara ini dan tentu secara adab bernegara, selesainya juga unjuk rasa, baik oleh organisasi Mahasiswa atau elemen lainnya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, deminstrasi diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tepatnya pada pasal 9 ayat 1 huruf a.

“Ketika revisi UU sudah disahkan menjadi UU, maka selesai sudah unjuk rasa atau demonstrasi, artinya pendapat dari organisasi mahasiswa dan elemen lainnya, ditolak oleh pemilik kewenangan,” jelasnya.

Kewenangan tersebut, menurutnya adalah DPR dan pemerintah. Bukan mahasiswa atau elemen lainnya.

“Siapakah pemilik kewenangan? Pemilik kewenangannya adalah DPR dan Pemerintah. UUD 45 memberikan kewenangan kepada DPR bersama Pemerintah untuk membentuk UU,” terangnya.

“Konstitusi tidak memberikan kewenangan kepada organisasi mahasiswa atau elemen lainnya. Hal itu tercantum pada pasal 20 UUD 1945,” tambah Teddy.

Masyarakat sipil, dinilainya hanya boleh menyampaikan pendapat. Bukan memaksakan pendapat.

“Mereka tidak bisa mengambil alih kewenangan Pemerintah dan DPR yang diamanatkan oleh Konstitusi. Ketika masih terus memaksa, maka itu inkonstitusional, karena DPR tidak bisa mencabut UU yang sudah disahkan,” imbuhnya.

Jika terus dipaksakan, maka disitulah yang disebutnya melanggar konstitusi dan UU.

“Kalau terus melakukan unjuk rasa atau demonstrasi menuntut DPR membatalkan Revisi UU TNI yang sudah disahkan, maka organisasi mahasiswa dan elemen lainnya melanggar pasal 6 UU 9 tahun 98 dan sudah tentu saja melanggar konstitusi karena memaksakan kehendak,” ujarnya.

Karenanya, ia meminta organisasi Mahasiswa dan elemen lain, menghormati hak dan kewajiban. Tidak berlindung dibalik kata demokrasi.

“Karena pendapat organisasi mahasiswa elemen lainnya bukanlah sesuatu yang pasti benar, sehingga tidak wajib untuk diikuti apalagi mereka sama sekali tidak mewakili rakyat karena tidak pernah dipilih oleh rakyat Indonesia,” jelasnya

Mahasiswa, dan masyarakat sipil disebutnya adalah warga negara Indonesia. Sudah seharusnya patuh pada hukum

“Setelah UU disahkan, maka jika masih tidak setuju, ada jalurnya yang diberikan oleh konstitusi, yaitu Judicial Review ke MK, apakah UU TNI bertentangan dengan konstitusi atau tidak,” pungkasnya.

“Itu yang perlu dilakukan sebagai WNI yang beradab, jangan terus memaksakan kehendak. Itu tentu sebuah kekonyolan,” sambung Teddy.
(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan