Hampir Setengah Penduduk Indonesia Tak Mampu Mudik Lebaran 2025, Ekonom Sebut Tanda Perekonomian RI Tak Baik-baik Saja

  • Bagikan
Ilustrasi mudik lebaran.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Jumlah orang mudik di 2025 menurun. Berdasarkan survey yang dilakukan badan kebijakan transportasi, pusat statistik, Kementerian Perhubungan.

Jumlah pemudik tahun ini diperkirakan hanya 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia. Turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.

"Jika tahun lalu asumsi perputaran uang selama Idul Fitri 2024 mencapai Rp 157,3 triliun, maka asumsi perputaran uang libur Idul Fitri 2025 diprediksi mencapai Rp 137,975 triliun," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, dalam pernyataan persnya, dikutip Jumat (28/3/2025).

Angka itu anomali. Mengingat data 10 tahun terakhir dari Kemenhub memproyeksikan terjadi kenaikan yang signifikan dari proyeksi jumlah pemudik.

Misalnya di 2020 dan 2021, jumlah pemudik mengalami penurunan yang sangat drastis bahkan tak sampai dua juta orang karena pemerintah melarang untuk  mudik selama pandemi Covid-19. Namun, angkanya melonjak menjadi 85,5 juta pada 2022 saat mudik diperbolehkan oleh pemerintah.

Jumlahnya melonjak menjadi 123, 8 juta pada 2023 dan 193,6 juta pada 2024. Tapi ironisnya, jumlah pemudik berkurang hingga 47,12 juta orang pada tahun ini.


Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, Sutardjo Tui mengatakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi. Selain daya beli, yakni anjloknya jumlah kaum menengah.

“Kaum menengah yang saat ini kena penurunan, bahkan terjadi makan tabungan, salah satu penyebab turunnya jumlah pemudik. Kurang lebih 10 juta orang kaum menengah turun ke kelas bawah,” kata Sutardjo kepada fajar.co.id, Jumat (28/3/2025).

Warga yang biasanya melakukan mudik. Kata dia memilih untuk mengirim uangnya ke keluarga.

“Banyak kaum menengah lebih cenderung mengirim uangnya kepada keluarganya di daerah. Lebih bermanfaat dibanding harus datang sekeluarga ke daerah kampungnya,” ujarnya.

Banyak kaum menengah, saat ini menurut Sutardjo berbenah. Mengingat kondisi ekonomi yang tidak pasti.

“Selain itu masyarakat menengah berbenah diri dengan hidup hemat dalam era ekonomi serba ketidak pastian, ini suatu pertanda perekonomian tidak baik- baik saja,” ucap Sutardjo.

Padahal, kata Sutardjo, Tunjangan Hari Raya (THR) telah dicairkan. Begitu pula intensif lain untuk melakukan keringanan.

“Sudah dibantu dengan THR, gaji 13 dan14 serta stimulus keringanan harga tiket, ada mudik gratis yang cuman biaya transpornya gratis, tetap saja terjadi penurunan jumlah pemudik,” imbunnya.

Ia menjelaskan, pada dasarnya tak semua daerah mengalami penurunan jumlah pemudik. Terutama di daerah dengan penghasil komoditas ekspor.

“Tidak semua daerah mengalami penurunan jumlah pemudik, bagi daerah penghasil komoditas ekspor mengalami peningkatan karena kurs dollar dari 15.000 menjadi 16.500,” jelasnya.

Ia mencontohkan pendatang di Sulawesi. Karena daerah tersebut punya komoditas yang bisa diekspor, pengusaha itu mendapat keuntungan tambahan karena kenaikan dolar.

“Memperoleh tambahan karena terjadi kenaikan dollar sehingga mereka mudik ke daerahnya di luar Sulawesi,” tandasnya.


(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan