Munafri, Jalan Baru IKA Fakultas Hukum Unhas

  • Bagikan

Oleh: Fajlurrahman Jurdi
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)

Perawakannya tampan, gesturnya tegak, kulitnya putih, senyumnya menawan, kalimat-kalimatnya sederhana. Jika salah menilai, ia bisa dicurigai sebagai da’i, ustadz atau penceramah, karena jenggot tipisnya dengan wajah yang kalem.

Tentu ia bukanlah Walid seperti dalam film Bidah yang tayang di Malaysia dan sedang viral. Ia adalah Munafri Arifuddin, Alumni fakultas Hukum, yang karena kehendak Tuhan, ia baru saja dilantik sebagai Wali Kota Makassar. Dan, tanpa rencana panjang justru terpilih “hampir secara aklamasi” menjadi ketua IKA FH Unhas.

Munafri yang biasa disapa Appi, lelaki yang berdiri dalam gemerlap kekayaan, prestasi, dan relasi kuasa yang kuat, adalah putra Mandar yang berhasil menembus batas. Meskipun alumni Fakultas Hukum, ia tak pernah benar-benar bergelut di bidang hukum. Ia membangun relasi bisnis dan politik, menenggak jaringan kuasa dan hidup kenyang dalam senjakala bisnis dan politik itu.

Bagaimana tidak, lelaki kelahiran Majene Sulawesi Selatan empat puluh Sembilan tahun silam itu, menikahi anak pengusaha ternama, seorang oligark lokal, Aksa Mahmud, raja bisnis yang menguasai sumber daya ekonomi lokal dan masuk dalam kelompok oligark domestik di tingkat nasional. Tentu saja jejaring kekuasaan, bisnis dan politiknya tak diragukan. Aksa Mahmud adalah Iparnya Jusuf Kalla, maka kukuhlah relasi bisnis dan politiknya.

Apalagi, ia juga memiliki keluarga penguasa di Sulawesi Barat, yang menyebabkan makin kuatnya potret sebagai “orang berhasil” untuk ia sandang, meskipun disampingnya selalu ada kontroversi. Appi adalah potret yang lengkap tentang penguasaan sumberdaya politik dan bisnis yang baik sekaligus lengkap, juga dengan rekam jejak yang tak ada cacat.

Suami Melinda Aksa ini, meskipun pernah kalah melawan kotak kosong tahun 2018, tetap saja nasibnya baik dan memiliki keberuntungan di seluruh rekam jejaknya.

Kemenangannya di Pilkada Makassar tahun 2024 adalah kemenangan penting sebab ia melawan sumberdaya politik incumbent. Ditemani oleh Aliah Mustika Ilham, istri mantan Walikota, ia melenggang dengan kemenangan tak terduga, meskipun berakhir juga di Mahkamah Konstitusi. Putusan MK justru menguatkan keterpilihannya sebagai Walikota.

Sebagai alumni Fakultas Hukum, namanya tak begitu familiar di dunia hukum, sebab ia tidak begitu menggelutinya. Karirnya lama berputar diantara perusahaan mertuanya. Namanya justru lebih dikenal saat ia menjadi CEO Sepak Bola PSM Makassar. Dari situ, publik mengenal luas, sebab, Supporter sepak bola di kota Makassar cukup kuat.

Kenapa Munafri yang jadi Ketua IKA FH UNHAS?.

Setelah lama dinanti, puluhan tahun tak ada gerakan, seolah mati suri, IKA FH Unhas menapaki jalan baru, menembus batas, sekat dan hierarki. Ada kegamangan di sebagian besar alumni, bagi mereka saat ini yang penting meretas jalan bersatu untuk masa depan kolektif yang kuat.

Dan dalam pandangan peserta Musyawarah IKA Unhas yang berlangsung pada ahad 6 April 2026 di Hotel Aryaduta Makassar, pilihannya “mungkin” Munafri adalah peretas jalan untuk bersatu itu.

Banyak alumni yang mengharapkan bahwa IKA terus bergerak. Dalam sambutannya yang diamini oleh peserta, Amran Sulaiman, ketua IKA UNHAS berharap, bahwa kita harus bersatu.

Jangan ada perpecahan. Siapapun yang terpilih menjadi ketua IKA FH Unhas. Tentu saja, gayung bersambut dengan harapan seluruh alumni, bahwa wadah ini adalah tempat untuk ngobrol dan silaturrahmi. Lepaskan seluruh anasir politik.

Tapi Munafri adalah politisi, tidak-kah bisa saja IKA digiring ke politik?. Tentu saja, organisasi seperti ini bisa dimaknai apa saja oleh para alumni. Tetapi harus pula di pahami, bahwa alumni Fakultas Hukum adalah kumpulan orang yang sudah memiliki pendirian masing-masing. Secara ekonomi, mereka adalah para pengacara kawakan, kurator handal, pejabat-pejabat penting di Kejaksaan atau institusi lain, terutama di Biro Hukum dan juga banyak dosen dan professor. Sehingga Munafri tak bisa menggiringnya kemanapun, selain tetap pada khittahnya.

Justru sebagian besar para sesepuh yang sudah “senja” dalam diskusi di group IKA melihat penegakkan hukum dalam masalah, sehingga perlu keterlibatan alumni Fakultas Hukum. Generasi tua memandang secara filosofis, bahwa hukum di negeri ini sedang berjalan mundur ke belakang. Hukum, meminjam Nonet dan Selznick, makin suram menapaki jalannya, sebab cenderung represif. Hukum cenderung melegalkan, sekaligus melegitimasi perilaku anti demokratis dan mengukuhkan tindakan kekuasaan tanpa batas rule of the game.

Pertanyaan pemantik mereka adalah; kemana alumni Fakultas Hukum, dan bagaimana kiprah mereka?. Tentu saja, ini persoalan penting yang harus mendapat perhatian. Dan Munafri diharapkan memfasilitas banyak hal untuk diaspora Alumni di masa depan.

Apapun hasil Musyawarah ini, IKA FH tetap bersatu. Semua tetap gembira. Munafri menjadi nakhoda baru. Semoga tidak mati suri.
(*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan