Aqua Kemasan Gelas Penyumbang Sampah Plastik Terbesar, Gubernur Bali: Silakan Berusaha Tapi Jangan Merusak Lingkungan

  • Bagikan
Gubernur Bali Wayan Koster diwawancara soal larangan pelaku usaha memproduksi air minum kemasan di Denpasar, Minggu (6/4/2025). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari.

FAJAR.CO.ID, BALI -- Kemasan gelas air mineral Aqua yang diproduksi Danone Indonesia salah satu penyumbang terbesar sampah plastik pencemar lingkungan di Bali dan Jawa Timur. Pemprov Bali pun menindaklanjuti pencemar lingkungan ini dengan melarang distribusi air minum dalam kemasan kurang dari 1 liter di wilayah Bali.

Larangan produksi dan distribusi air minum kemasan di bawah 1 liter tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025. Edaran ini mencantumkan arahan bahwa pengusaha air minum dilarang memproduksi air minum kemasan di bawah 1 liter.

Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan, surat edaran tersebut salah satu upaya menyelesaikan persoalan sampah di Pulau Dewata.

"Setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di wilayah Provinsi Bali," kata Koster di Denpasar, Minggu (6/4/2025).

Koster menegaskan, kebijakan yang membatasi distribusi air minum kemasan di bawah 1 liter bukan ingin mematikan pengusaha, mengingat produsen air minum lokal di Bali juga tak sedikit.

Namun, ia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut hanya dibatasi penggunaan bahan yang merusak lingkungannya. Pemprov Bali memberikan izin jika perusahaan mampu melahirkan inovasi pengganti yang lebih ramah lingkungan.

“Tidak mematikan, bukan soal mematikan usaha tapi jaga lingkungan, silakan berproduksi tapi jangan merusak lingkungan, kan bisa botol kaca, bukan plastik seperti di Karangasem ada kan bagus botolnya,” ujarnya mencontohkan.

Untuk menjelaskan langkah yang sedang dilakukan Pemprov Bali ini, akan dilakukan pertemuan dengan pengusaha-pengusaha air minum kemasan baik perusahaan besar maupun milik UKM lokal Bali.

“Saya akan mengumpulkan semua, ada PDAM, perusahaan-perusahaan swasta di Bali, termasuk Danone, itu akan saya undang semua, tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang 1 liter ke bawah, kan ada yang seperti gelas itu tidak boleh lagi, kalau galon boleh,” kata dia.

Gubernur memastikan seluruh pengusaha yang mengedarkan produknya di Bali akan diajak berbicara.

Selain produsen, Koster juga mengantisipasi peredaran yang dilakukan oleh pemasok, sehingga surat edaran juga mengatur larangan mendistribusikan produk atau minuman kemasan plastik sekali pakai di wilayah Provinsi Bali.

Pemerintah mengajak masyarakat agar bersama-sama berperan aktif melaksanakan dan mengawasi
pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis sumber dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai ini.

Untuk implementasinya di lapangan, orang nomor satu di Pemprov Bali itu menugaskan Satpol PP bersinergi dengan perangkat daerah terkait, komunitas peduli lingkungan, dan pihak lain untuk melakukan pengawasan secara ketat.

Timbunan Sampah 1,2 Juta Ton di Bali

Gubernur Koster menegaskan, kebijakan yang melarang distribusi air minum kemasan di bawah 1 liter ini bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah di Bali. Betapa tidak, timbunan sampah pada 2024 telah mencapai 1,2 juta ton di Bali.

Ia juga menyiapkan langkah transparan jika ada perusahaan yang tetap membandel. “Kami akan umumkan kepada publik melalui media sosial, bahwa pelaku usaha itu tidak ramah lingkungan dan tidak layak dikunjungi,” pungkasnya.

Dengan larangan ini, Bali mengambil langkah besar dalam perang melawan sampah plastik, khususnya terhadap produsen AMDK yang terus memproduksi kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik sekali pakai.

Brand Audit Sungai Watch

Laporan Brand Audit 2024 oleh Sungai Watch mengungkap salah satu penyumbang utama sampah plastik di Bali adalah air minum kemasan gelas berukuran 220 ml yang didominasi oleh Aqua. Aqua menyumbang sampah plastik di Bali dengan 10.334 item sampah kemasan gelas.

Secara keseluruhan, Danone menjadi salah satu perusahaan pencemar terbesar di Bali dan Jawa Timur dengan 39.480 item sampah, mencakup tidak hanya gelas plastik, tetapi juga bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang semuanya berbahan dasar plastik sekali pakai.

Posisi ini sudah ditempati oleh perusahaan multinasional asal Prancis ini selama empat tahun berturut-turut. Sampah-sampah Danone yang tak terkelola dan terutama berserakan di badan-badan air, terdiri dari 65 persen Aqua botol, 30 persen Aqua gelas, dan dan sisanya dari tutup galon, bungkus sedotan, serta sedotan, yang semuanya dibuat dari plastik sekali pakai.

Ironisnya, Danone masih mengklaim bahwa produk mereka 100% dapat didaur ulang. Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang diproduksi Danone justru menjadi jenis sampah yang paling sulit dikumpulkan dan didaur ulang karena ukurannya kecil serta nilai ekonominya rendah.

Dalam laporan Brand Audit tersebut, Sungai Watch secara khusus juga menyoroti strategi Danone untuk menghindari sorotan publik terhadap kemasan kecil mereka. Danone menghapus produk Aqua gelas 220 ml dari situs web resminya dan menggantinya dengan produk baru Aqua Cube 220 ml.

Langkah tersebut, bagi Sungai Watch, bukanlah upaya keberlanjutan yang serius tetapi lebih merupakan greenwashing. Ini karena pada kenyataannya kemasan Aqua gelas masih banyak beredar di pasar dengan ukuran yang lebih mini, yakni 200 ml, tapi dengan harga sama.

“Publik mengharapkan tindakan bermakna, bukan perubahan menipu yang mengganti satu bentuk sampah ke bentuk lainnya,” tulis Sungai Watch dalam laporannya. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan