Petani Menjerit… Gabah Hanya Dihargai Rp5.000, Jauh di Bawah HPP

  • Bagikan
Ilustrasi gabah petani. (INT)

FAJAR.CO.ID, JOMBANG — Para petani di Desa Sumberjo, Kecamatan Jombang, tengah menghadapi kesulitan akibat rendahnya harga jual gabah.

Gabah kering panen (GKP) mereka hanya dihargai Rp5.000 per kilogram oleh para tengkulak, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram.

Sokib, salah satu petani setempat, menyampaikan keluhannya terkait harga gabah yang tak sesuai harapan.

“Gabah saya kemarin hanya dihargai Rp5.000 per kilogram. Saya jual ke tengkulak. Baru dua hari kemarin panennya,” ungkapnya, Selasa (8/4/2025), dikutip dari Jawa Pos Radar Jombang.

Selain harga yang rendah, Sokib juga menanggung berbagai biaya operasional, mulai dari panen hingga pengangkutan yang mencapai Rp2 juta.

Belum lagi pengeluaran tambahan seperti konsumsi dan rokok untuk para pekerja. “Sangat merugikan sekali,” lanjutnya.

Ketika ditanya soal kebijakan pemerintah tentang HPP sebesar Rp6.500 dan rencana penyerapan gabah oleh Bulog, ia mengaku tidak mengetahui sama sekali.

"Saya tidak ngerti, belum pernah dapat sosialisasi juga,” katanya.

Sokib bahkan menyatakan bahwa dirinya tidak mengenal petugas penyuluh lapangan (PPL) maupun Babinsa yang bertugas di wilayahnya.

“Saya nggak kenal PPL sini, nomor HP-nya juga tidak punya,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa kebingungan tak hanya dialami dirinya, tapi juga banyak petani lain di daerah tersebut.

Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya pembeli yang mau membeli gabah mereka dengan harga wajar.

“Sekarang petani di sini bingung nggak bisa jual gabah. Sebab nggak ada bakul. Ada tapi siap membeli Rp 4.000 per kilo, jadi petani merugi, modal saja nggak balik kalau segitu,” keluhnya.

Akibat kondisi tersebut, Sokib memutuskan untuk memanen sendiri sawah miliknya dan menyimpan hasil panennya di rumah sambil menunggu harga membaik.

“Ini sawah yang lain saya panen sendiri, sebab padinya sudah tuek, sudah tengkluk-tengkulak,” cetusnya.

Ia menambahkan bahwa masih banyak lahan padi di desanya yang belum dipanen karena kondisi pasar yang tidak berpihak pada petani.

"Itu tadi, sebab nggak ada bakul, apalagi dari Bulog,” tegasnya.

Sementara itu, di Kecamatan Ngoro, harga gabah relatif lebih tinggi dibandingkan Jombang, meski tetap berada di bawah HPP.

Petani di Desa Pulorejo, Mustajib, menyebut harga gabah di wilayahnya mencapai Rp 6.200 hingga Rp 6.300 per kilogram.

"Harganya masih di bawah HPP, tapi masih lumayan bagus,” ujarnya.

Mustajib juga mengaku lebih memilih menjual gabah ke tengkulak ketimbang ke Bulog. “Memang seringnya ke tengkulak lebih cepat,” tegasnya.

Koordinator PPL Kecamatan Jombang dari Dinas Pertanian, Widiyawati, membenarkan bahwa mayoritas petani masih menjual ke tengkulak.

Salah satu alasannya adalah kepemilikan mesin combine yang banyak dikuasai tengkulak, sehingga petani enggan repot mencari alternatif lain.

"Karena mesin combine banyak yang dikuasai tengkulak. Sehingga petani tidak mau ribet lagi,” jelasnya.

Ia menyebutkan, saat ini harga pembelian gabah oleh tengkulak di Desa Plosogeneng berkisar antara Rp 6.100 hingga Rp 6.200 per kilogram.

Terkait kasus di Desa Sumberjo, Widiyawati memastikan pihaknya akan melakukan pengecekan langsung ke lapangan dalam waktu dekat. (Muhsin/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan