"Amerika mengalami defisit sekitar 260 miliar dolar AS, tahun lalu. Putusnya hubungan dagang kedua negara tersebut pasti membawa konsekuensi besar terhadap tatanan ekonomi dunia," tukasnya.
"Pertanyaannya, negara mana yang akan diuntungkan, atau dirugikan? Sebagai gambaran, total perdagangan sebesar 662 miliar dolar AS tersebut hampir setara dengan 50 persen PDB Indonesia. Atau sekitar 3,5 kali lipat APBN Indonesia. Sebuah jumlah yang sangat besar," imbuhnya.
Anthony mengatakan, putusnya hubungan dagang AS-China bagaikan pedang bermata dua bagi negara-negara lain. Sisi peluang dan sisi ancaman. Di satu sisi, akan ada negara diuntungkan, di lain sisi akan ada negara dirugikan.
"Importir Amerika, seperti Walmart, akan mencari substitusi pemasok baru di negara lain. Importir China juga akan mencari pemasok baru pengganti produk Amerika. Total keseluruhan senilai 662 miliar dolar AS," terangnya.
Dijelaskan Anthony, untuk sementara ini, India mempunyai posisi cukup strategis untuk menggantikan produk China.
Sebagai contoh, Anthony membeberkan bahwa India sudah ekspor ke Walmart, peritel terbesar AS (dan dunia) dalam jumlah cukup besar.
"Walmart Amerika impor dari India naik signifikan, dari sekitar 2 persen (2018) menjadi sekitar 25 persen (2023) dari total kebutuhannya. Impor dari India bervariasi dari produk mainan, elektronik, sepeda, farmasi, serealia (biji-bijian), dan lainnya," tandasnya.
Meskipun China masih menjadi pemasok terbesar Walmart saat ini, tetapi Anthony melihat bahwa porsinya turun cukup besar, dari 80 persen (2018) menjadi 60 persen (2023).