Belum lagi biaya bunga pendapatan 2 persen pertahunnya tidak sebandin dengan pinjaman yang mencapai 3,4 persen.
Adapun biaya bunga untuk investasi awal yang sebesar 6,02 miliar dolar AS dikenakan biaya bunga sebesar 2 persen per tahun.
Sedangkan pinjaman terkait cost overrun dikenakan biaya bunga 3,4 persen per tahun. Sehingga total biaya bunga menjadi 120,9 juta dolar AS per tahun.
“Dengan asumsi kurs rupiah rata-rata sebesar Rp15.000 per dolar AS sepanjang tahun 2024, maka biaya bunga dalam rupiah mencapai Rp1,8 triliun untuk tahun 2024,” ucapnya.
Di lain sisi, jumlah tiket yang terjual sepanjang tahun 2024 sebanyak 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga tiket rata-rata m Rp250.000 per tiket, maka total pendapatan Kereta Cepat Jakarta Bandung tahun 2024 hanya Rp1,5 triliun saja. Jumlah ini jauh lebih rendah dari biaya bunga.
“Terjadi defisit (kerugian) sekitar Rp300 miliar, belum termasuk biaya operasional dan biaya lain-lain, yang pasti mencapai ratusan miliar rupiah per tahun,” paparnya.
Ke depannya, biaya operasi untuk kereta cepat ini harus kembali ditutupi dengan kembali mengambil utang.
Said Didu memberikan catatan penting, untuk mantan Presiden Jokowi yang punya wewenang untuk bertanggung jawab terkait situasi ini.
“Defisit Kereta Cepat Jakarta Bandung ini nampaknya harus ditutupi dari utang lagi. Kondisi ini tentu saja sangat bahaya. Tidak sustained. Bagaikan skema Ponzi saja. Sampai kapan BUMN konsorsium pihak Indonesia bisa bertahan dari ‘pendarahan’ ini,” terangnya.
“Kita tunggu episode selanjutnya,” tandasnya.