Kritik Jokowi yang Larang Wartawan Foto Ijazah, Roy Suryo Bandingkan dengan Bung Hatta Soal Keterbukaan

Zaki Rif'an - Tak Berkategori
  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar telematika, multimedia, dan kecerdasan buatan Roy Suryo kembali angkat bicara soal polemik ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Ia heran dengan keputusan Jokowi yang sempat memperlihatkan ijazahnya kepada awak media namun melarang pengambilan gambar dalam momen tersebut.

Peristiwa itu terjadi pada Rabu, 16 April 2025, di kediaman pribadi Jokowi yang berlokasi di Gang Kutai Utara nomor 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah. Awak media yang hadir di lokasi tersebut disebut-sebut diminta untuk menyerahkan ponsel mereka sebelum memasuki rumah, sehingga tak ada dokumentasi berupa foto atau video yang dapat diambil.

Roy Suryo mengkritisi sikap tersebut karena dinilai membatasi ruang gerak jurnalis untuk melakukan peliputan secara transparan, apalagi di tengah era keterbukaan informasi seperti sekarang.

“Aneh dan mencurigakan, setidaknya dua kata ini sangat layak untuk diucapkan dari masyarakat yang masih waras ketika melihat prosedur 'pembatasan akses awak media' sebagaimana yang terjadi kemarin sore, Rabu, 16 April 2025 di depan rumah bekas Presiden RI ke-7 Jokowi di kawasan Sumber, Solo,” ujar Roy dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis, 17 April 2025.

Menurutnya, pengumpulan ponsel wartawan merupakan tindakan yang ironis sekaligus menyedihkan di tengah kemajuan teknologi komunikasi. Ia menegaskan bahwa pers masa kini seharusnya mampu menyampaikan informasi secara aktual, faktual, dan objektif, lengkap dengan bukti visual yang sahih.

“Karena kata dia, awak media dan pers masa kini seharusnya aktual, faktual dan obyektif dalam memberitakan, disertai dengan bukti dokumentasi asli, baik berupa audio, foto maupun video,” tegas Roy Suryo.

Ia pun mempertanyakan kembali, “Moso wartawan kembali disuruh hanya melihat, menghafal dan menceritakan apa yang sangat terbatas diketahui hanya melalui panca indranya. Apalagi jelas betul bahwa sesampainya di dalam para awak media tersebut sama sekali tidak diperbolehkan memotret dan hanya diperlihatkan sekilas saja.”

Roy juga mendesak organisasi-organisasi pers seperti PWI, AJI, IJTI, hingga AMSI dan PWOIN untuk menyuarakan protes terhadap pembatasan yang terjadi. Ia menilai tindakan tersebut mencederai prinsip jurnalisme modern yang menjunjung tinggi transparansi dan akurasi.

“Seharusnya organisasi jurnalis Indonesia, PWI, AJI, IJTI, SPJ, AMSi, FWPI, PWOIN dan sebagainya melakukan protes keras terhadap perlakuan yang kemarin terjadi, karena hal tersebut selain tidak manusiawi juga membuat kualitas berita yang dihasilkan sangat jauh dari prinsip jurnalisme modern,” lanjutnya.

Dalam argumennya, Roy bahkan membandingkan dengan sosok Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta. Menurutnya, ijazah Bung Hatta justru dipamerkan di ruang publik sebagai simbol kehormatan dan pengakuan internasional.

“Moh Hatta dianggap sebagai alumni bersejarah dan tokoh dunia yang pernah belajar di kampus tersebut, serta memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi dan ekonomi,” ujar Roy.

“Hal yang sangat membanggakan, kini seluruh masyarakat yang berkunjung ke kampus tersebut di Rotterdam bisa menyaksikan replika ijazah beliau,” tambahnya.

Berbanding terbalik dengan itu, lanjut Roy, sikap Jokowi yang enggan mempublikasikan dokumen pendidikannya justru berpotensi memperkeruh isu dugaan ijazah palsu yang sempat mencuat beberapa waktu lalu.

“Kalau ijazahnya Mohammad Hatta jelas terbukti asli dan membanggakan seluruh masyarakat Indonesia hingga dipasang di kampus Belanda. Sedangkan kalau ijazah Jokowi tidak boleh difoto, hanya boleh dilihat dan itupun semua kamera dan HP dikumpulkan dulu semuanya, ini namanya membagongkan. Jelas persoalan Ijazah Palsu malah akan makin meruncing akibat ketidaktransparan ini,” pungkas Roy. (bs/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan