FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggandeng operator seluler, platform e-commerce, hingga perusahaan pinjaman online dalam pembelian data untuk kepentingan negara, menuai kritik dari Komisi II DPR RI. Kritik itu muncul dalam rapat pembahasan Revisi Undang-Undang Statistik yang digelar di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan, mempertanyakan legalitas serta urgensi kerja sama bisnis tersebut. Menurutnya, jika data tersebut digunakan untuk mendukung kebijakan negara, maka seharusnya tidak dibeli dalam konteks bisnis, melainkan diberikan secara cuma-cuma demi kepentingan publik.
"Saya menggarisbawahi tadi terkait kerja sama bisnis antara BPS dan operator seluler. Apakah akuisisi data itu bisa dilakukan secara gratis, karena data ini untuk kepentingan negara. Karena sudah ada dalam UU Perlindungan Data Pribadi (PDP)," tegas legislator dari Fraksi Partai Golkar itu.
Ia juga menyoroti metode kerja BPS yang dinilai masih konvensional. Menurutnya, BPS masih mengandalkan pendekatan manual dalam pengumpulan data melalui survei, sensus, dan pemetaan geospasial. Berbanding terbalik dengan operator seluler dan penyedia layanan digital yang telah menggunakan sistem otomatisasi berbasis teknologi untuk merekam data pelanggan secara real-time.
"Jadi ini ada potensi penyalahgunaan data pribadi. Saya ingin tahu sejauh mana apresiasinya terhadap perlindungan hak asasi manusia," ujar Irawan.
Lebih lanjut, politisi asal daerah pemilihan Jawa Timur V itu juga mengangkat persoalan transfer data ke luar negeri. Ia menilai perusahaan pinjaman daring atau peer-to-peer lending sangat mudah mengakses data pribadi masyarakat karena sebagian besar pusat data operator berada di luar negeri.
"Termasuk data pribadi, lalu data perilaku konsumen, data karakteristik pelanggan dan lain-lainnya," katanya, mengingatkan potensi kebocoran data yang dapat merugikan warga negara Indonesia.
Menurutnya, ada kemungkinan data pribadi milik WNI berpindah langsung ke luar negeri, seperti ke China, karena proses pengelolaan data telah dilakukan dengan bantuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
"Dengan kata lain, pusat datanya itu bukan di Indonesia," imbuh Irawan.
Sebagai informasi, kerja sama antara BPS dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) saat ini tengah berjalan. Salah satu hasilnya adalah survei arus wisata yang memanfaatkan data pelanggan Telkomsel. Selain itu, Telkomsel juga menawarkan layanan big data melalui platform Digihub, yang memungkinkan akses data lewat Application Programming Interface (API). (bs/fajar)