Perjalanan Hidup Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus, Pernah Jadi Petugas Kebersihan

  • Bagikan
Paus Fransiskus

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dunia dikejutkan kabar duka dari Vatikan. Pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus, wafat pada Senin pagi, 21 April 2025, pada usia 88 tahun.

Informasi ini disampaikan secara resmi oleh Vatikan melalui pernyataan yang disiarkan kepada publik.

"Paus Fransiskus wafat pada Senin Paskah, 21 April 2025, pada usia 88 tahun di kediamannya di Casa Santa Marta, Vatikan”, dikutip X @VaticanNews Selasa (22/4/2025).

Kepergian Paus Fransiskus hanya berselang satu hari setelah ia menampakkan diri dalam perayaan Misa Paskah di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Minggu (20/4/2025).

Meskipun kondisi kesehatannya membatasi aktivitas fisik, ia tetap hadir untuk memberikan pesan penting dan berkat Urbi et Orbi sebuah tradisi tahunan yang menyampaikan doa dan seruan perdamaian kepada seluruh umat manusia.

Perjalanan Hidup Sang Paus: Dari Buenos Aires Menuju Tahta Suci

Paus Fransiskus lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936. Sebelum masuk seminari, ia dikenal sebagai pribadi sederhana yang pernah bekerja sebagai petugas kebersihan dan penjaga bar. Ia kemudian mendalami ilmu kimia dan sempat bekerja di laboratorium.

Pada usia 22 tahun, setelah sembuh dari penyakit berat, Bergoglio memutuskan bergabung dengan Ordo Serikat Yesus (Jesuit) pada 1958, dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1969.

Kariernya di lingkungan gereja terus menanjak, hingga ia diangkat menjadi Uskup Agung Buenos Aires pada 1998. Paus Yohanes Paulus II lalu mengangkatnya sebagai kardinal pada tahun 2001.

Paus Pertama dari Amerika Latin dan Simbol Perubahan Gereja

Paus Fransiskus mencatat sejarah sebagai Paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, Paus pertama dari Ordo Jesuit, dan juga Paus pertama dari luar Eropa sejak abad ke-8. Ia dipilih sebagai Paus ke-266 Gereja Katolik dalam Konklaf tahun 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri sebuah langkah langka dalam sejarah kepausan.

Sejak awal masa jabatannya, Paus Fransiskus menunjukkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Ia memilih tinggal di Domus Sanctae Marthae ketimbang apartemen resmi Paus di Istana Apostolik, sebagai bentuk hidup sederhana yang dekat dengan umat.

Gaya hidup ini mencerminkan pendekatan pastoralnya yang merakyat, penuh kasih, dan terbuka.

Kepemimpinan Inklusif dan Seruan Global untuk Perdamaian

Paus Fransiskus dikenal luas sebagai sosok progresif dalam berbagai isu penting dunia.

Selama lebih dari satu dekade kepemimpinannya, ia menyuarakan keadilan sosial, mengutuk kesenjangan ekonomi, dan mengadvokasi penghapusan hukuman mati.

Ia juga dikenal sebagai pendukung perlindungan lingkungan hidup, dengan dokumen ensiklik “Laudato Si” yang mengangkat isu perubahan iklim sebagai perhatian moral dunia.

Di tengah gelombang krisis pengungsi global, Paus Fransiskus juga menunjukkan keberpihakan pada kaum tertindas.

Ia membuka ruang dialog dengan berbagai agama dan negara, termasuk menjadi tokoh penting dalam memediasi normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dan Kuba.

Ia tidak ragu mendorong Gereja agar lebih inklusif, seperti membuka diskusi tentang peran perempuan dalam Gereja, memberikan tempat kepada komunitas LGBTQ+ dalam kehidupan iman, serta menunjukkan toleransi terhadap umat Katolik yang bercerai untuk tetap bisa menerima Komuni, meski sikap tersebut sempat menuai kritik dari kalangan konservatif.

Momen Terakhir dan Pesan Damai Jelang Wafatnya

Dalam perayaan Misa Paskah pada Minggu, 20 April 2025, meski tidak turun langsung memimpin upacara, Paus Fransiskus tetap tampil dari balkon utama Basilika Santo Petrus untuk menyampaikan pesan damai melalui berkat Urbi et Orbi.

Pesan Paskah tahun ini disampaikan oleh ajudannya, dan kembali menyoroti kondisi kemanusiaan yang mengkhawatirkan di Jalur Gaza.

“Saya menyatakan kedekatan saya dengan penderitaan … seluruh rakyat Israel dan rakyat Palestina,” demikian tertulis dalam pesan yang dibacakan.

“Saya mengimbau pihak-pihak yang bertikai: menyerukan gencatan senjata, membebaskan para sandera dan membantu orang-orang yang kelaparan yang mendambakan masa depan yang damai,” lanjutnya.

Paus juga mengecam meningkatnya antisemitisme di berbagai belahan dunia dan menyerukan solidaritas kemanusiaan lintas bangsa dan agama.

Kepergian Paus Fransiskus meninggalkan duka mendalam tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi komunitas internasional yang mengaguminya sebagai suara moral dan pembela kaum marginal.

Visi dan sikapnya yang penuh welas asih, inklusif, dan tegas terhadap isu-isu kemanusiaan menjadikannya salah satu pemimpin agama paling berpengaruh di era modern.

Dengan wafatnya Paus Fransiskus, Gereja Katolik kini memasuki masa sede vacante (takhta kosong), dan Konklaf Kepausan untuk memilih pengganti akan digelar dalam waktu 15 hari ke depan, sesuai dengan ketentuan hukum Gereja.
(Wahyuni/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan