FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Publik Sulsel dibuat heboh oleh adanya penangkapan terhadap 40 terduga pelaku penipuan online alias Passobis oleh Timsus Gabungan Intelijen Kodam XIV Hasanuddin.
Pengamat Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Dr. Rahman Syamsuddin menyebut, langkah dari Kodam Hasanuddin merupakan reaksi cepat untuk memperbaiki citranya.
"Aksi ini disebut sebagai langkah cepat mengantisipasi pencatutan nama pejabat TNI," ujar Rahman kepada fajar.co.id, Jumat (25/4/2025).
Hanya saja, Rahman sedikit menyayangkan karena dalam proses penangkapan pihak Kepolisian tidak terlibat sejak awal.
"Hingga kini belum ada korban yang membuat laporan. Pertanyaan hukum pun mengemuka, apakah tindakan ini sah secara prosedural?," sebutnya.
Dikatakan Rahman, dalam sistem hukum Indonesia, penegakan hukum terhadap warga sipil adalah kewenangan Kepolisian.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 13 huruf a UU No. 2 Tahun 2002, yang menyebutkan tugas pokok Kepolisian mencakup penegakan hukum.
"Sementara TNI memiliki tugas berbeda, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa TNI hanya dapat membantu Kepolisian dalam urusan keamanan sipil bila diminta secara resmi," jelasnya.
Rahman bilang, tindakan penahanan terhadap sipil oleh militer tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa keterlibatan Kepolisian berpotensi melanggar Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan tidak ditangkap secara sewenang-wenang. Apalagi dalam hal ini, belum ada korban atau pelapor yang menyatakan dirinya dirugikan," tukasnya.
Tambahnya, dalam KUHAP, Pasal 17 menegaskan bahwa penangkapan hanya boleh dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana dan didukung bukti permulaan cukup.
"Tanpa itu, maka penahanan lebih dari 24 jam berisiko melanggar hukum," Rahman menuturkan.
Rahman menekankan, tindakan cepat TNI bisa dipahami sebagai bentuk respons atas pencemaran nama baik institusi. Namun, hukum tetap harus menjadi panglima.
"Supremasi sipil dan prosedur hukum tak boleh dikorbankan atas nama ketegasan semata. Kita tentu tak ingin penindakan hukum malah menimbulkan ketakutan baru di masyarakat," tandasnya.
Rahman bilang, kedepan TNI dan Polri mesti memperkuat koordinasi, menghormati wewenang masing-masing, dan menjadikan hukum sebagai landasan dalam bertindak.
"Negara ini dibangun atas dasar hukum, bukan atas dasar insting atau kekuasaan. Hal ini menjadi tuntutan bagi Polri untuk responsif dalam mendengar atau menindaklanjuti adanya dugaan tindak pidana yang terjadi," kuncinya.
Terpisah, pihak Kodam XIV/Hasanuddin menegaskan bahwa pelapor akan segera datang ke Mapolda Sulsel untuk membuat laporan resmi.
Hal ini ditegaskan Kapendam XIV/Hasanuddin Kolonel Arm Gatot Awan Febrianto saat dikonfirmasi pada Jumat (25/4/2025) malam.
Dikatakan Gatot, saat pihaknya melakukan penangkapan terhadap para terduga pelaku, mereka mendapatkan laporan dari masyarakat.
Untuk itu, ia akan meminta juga para korban yang dimaksud agar membuat laporan resmi di Polda Sulsel sebelum satu kali 24 jam kedepan.
"Kita ada laporan dari masyarakat itu, nanti kan sisa masyarakatnya kita arahkan melapor ke Polda toh," kata Gatot.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, menyebut, pihaknya telah menerima 40 terduga pelaku penipuan online atau dikenal dengan istilah 'Passobis', Jumat (25/4/2025).
"Sementara dibawa ke sini, masih kita lakukan interogasi bersama, ada dari Krimsus, ada dari Kodam," ujar Didik, Jumat malam.
Diceritakan Didik, pihak Kodam XIV/Hasanuddin telah mengamankan 40 terduga pelaku sejak Kamis kemarin. Tercatat hingga saat ini sudah diamankan selama 24 jam.
"Inikan sudah 24 jam, sementara kalau itu kita tuduhkan kasus tipu gelap, penipuan, harus ada korbannya," tambah Didik.
Lanjut Didik, pihaknya saat ini masih berupaya mencari siapa korban dari dugaan kejahatan yang dituduhkan kepada puluhan orang tersebut.
"Kita tanyakan juga kepada pihak Kodam, sampai sekarang belum bisa menunjukkan mana korbannya," sebutnya.
Mengenai terduga pelaku yang disebut mencatut nama salah satu pejabat Kodam XIV/Hasanuddin, Didik mengatakan bahwa pihaknya masih berupaya mencari korbannya.
"Sementara yang 40 ini, yang mana mencatut, masih kita cari. Kemudian kalau dicatut nama (pejabat) Kodam untuk menipu orang lain, harus ada korbannya. Kita kesulitan, sementara di sana tidak bisa membawa atau menunjukkan korbannya siapa," imbuhnya.
"Kemudian kalau menggunakan nama orang lain dan menipu, nah yang tertipu ini yang mana sekarang? Kalau ada segera kita periksa, membuat laporan," sambung dia.
Mengenai status puluhan terduga pelaku, Didik menegaskan bahwa jika dalam kurun waktu 24 jam kedepan belum ada korban yang melapor, maka pihaknya tidak akan melakukan penahanan.
"Ditahan kan kita harus buktikan ada korban dulu, harus ditetapkan tersangka baru ditahan. Sementara belum bisa ditahan, masih kita dalami dulu. Kalau satu kali 24 jam tidak bisa (menunjukkan korban), terpaksa kita lepaskan dulu," tandasnya.
(Muhsin/Fajar)