Oleh: Ir. H. Abdul Ma’bud, M.M., Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
Kabupaten Pangkajene Kepulauan
KOPERASI Desa Merah Putih merupakan manifestasi dari semangat kebangsaan yang diwujudkan dalam model ekonomi kolektif berbasis desa. Ide ini tumbuh sebagai respons terhadap dominasi ekonomi kapitalistik yang tidak selalu berpihak pada rakyat kecil, khususnya masyarakat desa.
Dalam konteks pembangunan nasional, koperasi desa seharusnya menjadi aktor utama dalam mendistribusikan kesejahteraan secara adil, menciptakan kemandirian ekonomi lokal, serta memperkuat integrasi sosial melalui prinsip gotong royong.
Namun, dalam perjalanannya, koperasi desa termasuk yang mengusung identitas 'Merah Putih', tidak lepas dari berbagai tantangan multidimensi. Tantangan tersebut mencakup aspek kelembagaan, sumber daya manusia, akses modal, teknologi, hingga dinamika politik lokal.
Tulisan ini akan menguraikan secara mendalam tantangan-tantangan tersebut serta menyodorkan strategi penguatan yang relevan.
Tantangan Pengembangan Koperasi Desa Merah Putih
- Kelembagaan yang Lemah
Sebagian besar koperasi desa masih dikelola secara tradisional tanpa sistem tata kelola yang modern dan transparan. Masalah umum yang dihadapi antara lain tidak adanya sistem pembukuan yang akurat, lemahnya mekanisme pengawasan internal, dan ketergantungan pada individu tertentu. Hal ini menimbulkan rendahnya kepercayaan anggota terhadap koperasi.
- Kurangnya Literasi dan Pemahaman tentang Koperasi
Di banyak desa, koperasi masih dipahami sebagai lembaga simpan pinjam belaka, bukan sebagai badan usaha yang dikelola oleh dan untuk anggota. Rendahnya literasi koperasi berdampak pada minimnya partisipasi aktif anggota dalam pengambilan keputusan dan penyertaan modal.
- Terbatasnya Akses Permodalan
Modal koperasi desa umumnya berasal dari anggota yang memiliki daya beli terbatas. Sementara akses ke perbankan atau lembaga keuangan formal kerap terhambat oleh persyaratan jaminan, laporan keuangan, atau rekam jejak usaha yang belum memadai. Akibatnya, koperasi kesulitan untuk mengembangkan unit usaha produktif.
- Intervensi Politik dan Kepentingan Elite
Beberapa koperasi desa dibentuk atau dikelola karena proyek atau kepentingan jangka pendek. Hal ini menyebabkan koperasi kehilangan esensi pemberdayaan anggota dan justru menjadi alat kepentingan segelintir orang. Akibatnya, kredibilitas koperasi rusak dan anggota menjadi apatis.
- Minimnya Inovasi dan Hilirisasi Produk
Koperasi desa seringkali tidak mampu merespon dinamika pasar secara adaptif. Produk yang dihasilkan masih dalam bentuk mentah atau konvensional, tanpa proses hilirisasi yang meningkatkan nilai tambah. Padahal, dengan hilirisasi dan diferensiasi produk, koperasi dapat masuk ke pasar modern dengan harga yang lebih kompetitif.
- Belum Terintegrasi dengan Ekosistem Digital dan Rantai Nilai Global
Transformasi digital menjadi tantangan besar bagi koperasi desa. Minimnya infrastruktur digital, keterampilan SDM, dan dukungan regulasi menyebabkan koperasi kesulitan untuk masuk ke e-commerce, pemasaran daring, serta pencatatan digital yang efisien. Akibatnya, koperasi desa masih tertinggal dalam persaingan global.
Strategi Penguatan dan Rekomendasi
- Penguatan Kapasitas SDM dan Literasi Koperasi
Diperlukan program pendidikan dan pelatihan koperasi secara berkelanjutan untuk anggota, pengurus, dan pengawas. Literasi ini harus meliputi aspek manajemen, keuangan, hukum koperasi, serta kewirausahaan berbasis digital.
- Tata Kelola Koperasi yang Transparan dan Partisipatif
Perlu dibangun sistem akuntabilitas koperasi melalui digitalisasi keuangan dan mekanisme pelaporan rutin. Penguatan fungsi Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan audit internal juga harus menjadi prioritas.
- Pendirian Koperasi Multipihak (multi-stakeholders)
Model koperasi multipihak dapat menjadi solusi untuk menghimpun modal dan sumber daya dari berbagai aktor seperti petani, BUMDes, pelaku industri, hingga investor sosial. Dengan demikian, koperasi menjadi platform kolaboratif yang inklusif.
- Kemitraan Strategis dan Konsolidasi Usaha
Koperasi desa perlu bermitra dengan koperasi sekunder, platform digital, lembaga riset, dan pelaku usaha yang mendukung hilirisasi produk. Konsolidasi antar koperasi juga penting untuk memperkuat skala usaha.
- Kebijakan Afirmasi dari Pemerintah
Pemerintah daerah maupun pusat perlu memberikan insentif kepada koperasi desa seperti subsidi modal, akses pasar prioritas, pelatihan, dan bantuan infrastruktur. Pendekatan afirmatif ini akan mendorong lahirnya koperasi desa yang berkualitas.
Penutup
Koperasi Desa Merah Putih bukan hanya simbol perlawanan terhadap ketimpangan ekonomi, tetapi juga merupakan solusi praktis untuk membangun ekonomi desa yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Namun, keberhasilan koperasi ini sangat tergantung pada kemauan politik, kualitas kepemimpinan lokal, dan keterlibatan aktif warga desa.
Dengan menjawab tantangan-tantangan yang ada secara komprehensif, koperasi desa dapat menjadi motor penggerak kesejahteraan rakyat sekaligus pilar utama ekonomi nasional yang berlandaskan Pancasila. (*)