Bukan dari Sulsel, Polisi Terima Laporan Korban Baru Passobis dari Riau

  • Bagikan
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto, didampingi Dirkrimsus Kombes Pol Dedi Supriyadi dan Kabid Propam Kombes Pol Zulham (Foto: Muhsin/fajar)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Perkembangan terbaru kasus penipuan online atau Passobis yang diungkap Kodam Hasanuddin, Kombes Pol Didik Supranoto menyebut bahwa pihaknya kembali menerima laporan korban.

Hanya saja, Kabid Humas Polda Sulsel ini mengatakan bahwa pelapor tersebut berasal dari Provinsi Riau. Tidak satupun berasal dari Sulsel.

"Sampai saat ini, belum ada laporan dari masyarakat Sulsel," ujar Didik kepada awak media, Senin (28/4/2025).

Dikatakan Didik, korban yang berasal dari Riau itu mengalami kerugian sebesar Rp15.340.000, akibat penipuan modus jual beli laptop secara online.

“Laporan dari Polda Riau sudah kami terima dan saat ini kasusnya dilimpahkan ke Polda Sulsel untuk penanganan lebih lanjut,” tambahnya.

Saat ini, kata Didik, penyidik masih melakukan pemeriksaan digital forensik terhadap barang bukti untuk memastikan keterkaitan antara laporan korban dengan 40 terduga pelaku.

"Kami masih terus mendalami dan melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini," tandasnya.

Didik bilang, jika ada yang merasa korban penipuan serupa agar segera melapor di Mapolda Sulsel.

"Dengan semakin banyaknya laporan, diharapkan proses pengungkapan dan penanganan kasus ini bisa berlangsung lebih cepat," kuncinya.

Sebelumnya, Dirreskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Dedi Supriyadi menegaskan, 40 terduga pelaku penipuan online atau Passobis yang ditangkap Kodam Hasanuddin mesti memiliki korban atau pelapor.

Senada dengan pengakuan Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto sebelumnya, Dedi mengatakan bahwa hingga kini hanya tiga orang yang teridentifikasi sebagai pelaku.

"Tim penyidik telah melakukan digital investigation kemudian melakukan analisa digital dan hasilnya baru tiga orang terduga pelaku yang sudah ada korbannya," ujar Dedi saat ekspose kasus di Mapolda Sulsel, Sabtu (26/4/2025).

Dituturkan Dedi, para terduga pelaku yang ditangkap Kodam Hasanuddin itu masuk pada kasus penipuan online.

"Deliknya adalah delik aduan. Mesti ada pelapornya, tadi sudah kita jelaskan 41 korban (yang teridentifikasi) sudah kita hubungi, yang bersedia baru tiga," sebutnya.

Berangkat dari tiga korban tersebut, kata Dedi, pihaknya kemudian menetapkan tiga tersangka di antara 40 terduga pelaku.

"Mungkin saksi ataupun pelapor adalah yang bersedia menjadi saksi saat dilaporkan yang dituangakan dalam laporan polisi yang dituangkan," imbuhnya.

"Kemudian juga membawa medianya, bisa itu handphone, nanti dianalisa terkait percakapannya maupun transferan. Karena ini ada delik aduannya," tambah Dedi.

Ia kemudian menyinggung soal pengakuan bahwa terduga pelaku mencatut nama petinggi Kodam Hasanuddin. Hanya saja, korbannya belum melapor hingga saat ini.

"Kami sudah meminta, mana korbannya dan mana media sarana yang digunakan pada saat si korban berinteraksi dengan pelaku," cetusnya.

Sementara untuk 37 terduga pelaku yang tidak memenuhi bukti yang dituduhkan, Dedi menegaskan bahwa mereka dilepas atas nama undang-undang (UU).

"Kalau 37 nanti atas nama UU kita kembalikan, nanti wajib lapor di polres atau polsek. Itu mekanismenya," tandasnya.

Alasan lain, di antara para pelaku memiliki peranan yang berbeda-beda. Dan, dalam kurun waktu 24 jam, baru tiga terduga pelaku yang teridentifikasi.

Atas perbuatan ketiga pelaku, Dedi menegaskan bahwa mereka Pasal UU ITE (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, mengatur penipuan online melalui pasal 28 ayat (1) dan pasal 45A ayat (1). Pasal 28 ayat (1) mengatur tentang menyebarkan berita bohong atau menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dengan sanksi penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Pasal 45A ayat (1) memperjelas bahwa pelaku penipuan online dapat dijerat dengan hukuman yang sama.

"Kita lakukan sesuai KUHP, ada analisa, laporan korban dan adanya kerugian, proses penyelidikan dan penyidikan, jadi bukan semata-mata," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan