Ustaz Hilmi Firdausi Singgung Konten Settingan di Dunia Politik: Pencitraan Seakan Sebuah Keharusan

  • Bagikan
Ustaz Hilmi Firdausi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Hilmi Firdausi, Pengasuh Pondok Pesantren Baitul Qur’an Assa’adah sekaligus pendiri Sekolah Islam Terpadu Daarul Fikri, menyampaikan kritik tajam terhadap fenomena konten manipulatif yang kerap muncul di dunia politik dan media sosial.

Ustaz Hilmi menyoroti kecenderungan sebagian pihak yang lebih memilih pencitraan dibanding kejujuran.

“Kenapa sih banyak orang di negeri ini suka sekali dengan kepalsuan? Buat video harus pakai jasa bot. Buat konten harus settingan,” ujar Hilmi di X @Hilmi28 (29/4/2025).

Ia menyayangkan bahwa pencitraan seolah menjadi suatu keharusan demi meraih simpati publik.

"Pencitraan seakan sebuah keharusan, agar tampak baik di masyarakat dengan harapan popularitas dan elektabilitas makin tinggi," lanjutnya.

Lebih lanjut, Ustaz Hilmi mempertanyakan apakah para pelaku tidak merasa lelah menjalani hidup dengan kebohongan.

"Emang ga capek ya hidup dalam kepalsuan dan menipu banyak orang?" tandasnya.

Ia kemudian menyerukan pentingnya keaslian dalam bersikap dan berharap masyarakat semakin bijak dalam menyikapi informasi serta tokoh-tokoh publik.

“Bukankah lebih nyaman apa adanya, organik, orisinil, ga dibuat-buat? Semoga saja masyarakat Indonesia makin cerdas dan tidak terus terjebak di lubang yang sama,” kuncinya.

Sebelumnya, Dokter gigi sekaligus pegiat media sosial, drg. Hanum Salsabiela, turut mengomentari kejanggalan yang ditemukan pada video YouTube milik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Ia menilai ada ketidakwajaran terkait interaksi dalam video tersebut, terutama jika ditinjau dari sisi komentar.

"Menganalisis video YouTube Fufufafa menarik," ujar Hanum di X @hanumrais (28/4/2025).

Hanum menjelaskan, manipulasi jumlah tayangan (views) dan suka (likes) sangat mungkin dilakukan.

Dikatakan Hanum, membeli views atau likes dalam jumlah besar bukanlah hal sulit, apalagi bagi tokoh sekelas Gibran.

"Dia bisa merekayasa views dan likes, dengan beli mau ratusan juta juga gak masalah lah buat seorang Fufufafa," tukasnya.

Namun, Hanum menekankan bahwa komentar berbeda dengan views dan likes. Komentar organik, menurut dia, sulit dipalsukan karena biasanya bersifat beragam dan tidak seragam dari sisi redaksi.

"Kalau pun beli komentar, klien biasanya tidak dapat memberi komentar beragam," cetusnya.

Ia menambahkan, komentar yang terlihat natural biasanya mengandung negative vibes dengan redaksi yang bervariasi, sedangkan komentar palsu cenderung seragam dan berulang-ulang.

Hanum juga menyebut bahwa komentar palsu umumnya diproduksi menggunakan bot yang terbatas, dan akun-akun yang digunakan adalah akun baru atau akun ternakan kemarin sore.

"Jadi tampak mana komentar asli (negative vibes) yakni komentar beragam tidak redaksional tunggal, dan palsu (positive vibes)," tandasnya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan
Exit mobile version