Refleksi Hari Pendidikan Nasional, Benarkah Guru Indonesia Pernah Mengajar Di Malaysia?

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Momentum untuk refleksi sektor pendidikan Tanah Air, setiap tanggal 2 Mei yang bertepatan degan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS).

Sejarah berhasil mencatat kisah hebat dunia pendidikan Indonesia saat berjaya di Asia Tenggara, tepatnya 58 tahun lalu.

Guru-guru Indonesia saat itu memiliki pilar-pilar keunggulan, sehingga diminta ke Malaysia untuk mengajari warganya.

Malaysia yang baru saja berdiri pada 1957 membutuhkan tenaga pengajar, sebagaimana tujuannya membentuk sistem pendidikan yang baik dapat segera terpenuhi.

Hal ini tidak serta merta diputuskan oleh Malaysia, namun hal ini didasari usai melihat pencapaian dan kompetennya para pendidik dari Indonesia saat itu.

Akhir dekade 1960-an, diketahui Tanah Air telah mendirikan banyak kampus yang berhasil mencetak lulusan terbaik di bidangnya.

Kala itu, kualitas inilah yang mencerminkan kemajuan pendidikan Indonesia yang sudah sangat berkemajuan.

Tidak hanya mencetak guru professional, juga telah meluluskan berbagai keahlian khusus dari jenjang sarjana hingga doktoral.

Tidak hanya membutuhkan guru, tetapi Malaysia sedang dalam masa perubahan, yakni merombak sistem pendidikan dengan mendirikan sekolah pro-penduduk etnis Melayu.

Sebelumnya, terjadi diskriminasi terhadap etnis Melayu di lingkup pendidikan masa kolonial Inggris, dimana segregasi ini berupa larangan menampung pendidikan, dan sekolah hanya diperuntukkan kepada orang Eropa.

Memiliki tekad untuk membuka jalur agar etnis Melayu dapat bersekolah, Negeri Jiran kemudian meminta guru di Indonesia datang mengajar hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya.

Menteri Pendidikan Malaysia Mohamed Khir Johari mengutarakan langsung permintaan tersebut, di Jakarta pada 31 Mei 1967, dan diwartakan oleh Harian Kompas.

Permintaan tersebut menjadi sebuah penghargaan tersendiri dalam sektor Pendidikan, sehingga disambut dengan tangan terbuka oleh Pemerintah Indonesia.

Pada tahun 1969 Indonesia telah memberangkatkan guru ke Negeri Jiran, dengan mekanisme yang telah diatur oleh kedua belah pihak.

Jumlah yang diberangkatkan bervariasi setiap tahun, dan berkisar antara 40 hingga 100 orang guru per tahun.

Para guru Indonesia kebanyakan mengajar mata pelajaran ilmu pasti, seperti matematika, fisika, biologi dan kimia, informasi ini disampaikan Harian Angkatan Bersenjata pada 8 Agustus 1974.

Selain mata pelajaran yang tertera, pengajar juga diminta melatih kemampuan berbahasa Melayu karena keduanya dari bahasa serumpun.

Tujuannya, agar masyarakat Malaysia khususnya anak-anak bisa dengan fasih berbahasa Melayu selain bahasa Inggris.

Istimewanya, para guru yang telah diminta melakukan proses belajar mengajar di tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi.

Tidak hanya mengajar, prestasi membanggakan lainnya yakni guru hingga dosen Indonesia turut membantu merumuskan kurikulum pendidikan.

Berdasarkan autobiografi tokoh pendidikan Indonesia Imaduddin Abdulrahim (2002) yang menuliskan , "Malaysia hanya punya tiga orang lulusan S2."

Sebagai bentuk apresiasi, Malaysia mengirimkan peserta didik yang memiliki label terbaik untuk diterbangkan ke Indonesia untuk merasakan kurikulum pendidikan Tanah Air.

Memasuki dekade 1980-an, Malaysia sudah siap menerapkan sistem pendidikan secara mandiri, sehingga pemberangkatan guru dari Indonesia mulai diberhentikan.

(Besse Arma/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan