Komentar Rocky Gerung soal Tuntutan Purnawirawan TNI untuk Memakzulkan Gibran

  • Bagikan
Rocky Gerung

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Dinilai tidak memiliki dasar yang kuat, suara Forum Purnawirawan TNI yang meminta Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan dari posisi Wakil Presiden terus menuai banyak perbincangan.

Apalagi, para purnawiran TNI yang menyuarakan pencopotan Gibran dari wapres itu merupakan tokoh yang pernah menduduki jabatan penting di jajaran TNI. Karena alasan itu, pesan mereka banyak mendapat tanggapan.

Pengamat politik, Rocky Gerung pun memiliki analisa sendiri mengenai tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut.

Menurut Rocky Gerung, kritik dari kalangan Forum Purnawirawan TNI tetap memiliki posisi moral di tengah masyarakat.

Menurutnya, suara kritis anggota Forum Purnawirawan Prajurit TNI ini harus dihargai pemerintah Prabowo-Gibran.

Meskipun pembela Wapres Gibran saat ini menyindir sebagian dari purnawirawan tersebut berasal dari rezim Orde Baru (Orba).

"Kalau dia dibatalkan hanya karena purnawirawan ini mantan Orde Baru berarti kita teruskan kerusakan moral," kata Rocky lewat kanal YouTube pribadinya, Senin 5 Mei 2025.

Rocky menegaskan, seharusnya bukan latar belakang purnawirawan yang menjadi fokus, melainkan nilai moral yang mereka suarakan.

Ia menilai kemarahan publik terhadap situasi politik saat ini harus dilihat dari substansi pesan, bukan siapa yang menyampaikan.

"Jadi kalau kita bikin analisis kajian etik, yang kita lihat value-nya apa, bukan messenger-nya yang kita persoalkan," tegas Rocky Gerung.

Rocky juga menyinggung perbandingan antara purnawirawan dan kelompok mahasiswa seperti BEM UI.

Dalam pandangan Rocky, meskipun keduanya berasal dari latar belakang berbeda, suara kritis yang muncul tetap harus dihargai jika membawa nilai etis dan rasional bagi bangsa.

Dalam sebuah wawancara terbaru, Rocky Gerung juga memberikan analisa mengenai mutasi yang terjadi pada Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I, Letjen TNI Kunto Arief Wibowo.

Rocky menyebut keputusan itu bukan sekadar urusan administrasi TNI, melainkan jejak kekuasaan yang membelah institusi dan mempertegas adanya ‘dua matahari’ dalam politik Indonesia.

"Ini tidak mungkin semata keputusan Panglima. Hanya kekuasaan yang lebih tinggi yang bisa membatalkan mutasi seperti itu," ujar Rocky.

Rocky Gerung merujuk pada peran Jokowi sebagai mantan Presiden yang disebut-sebut masih punya kendali informal terhadap institusi strategis seperti TNI. (fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan