Hasto Kristiyanto Persoalkan Rekaman Percakapan Riezky dengan Saeful di Singapura, JPU Sebut Direkam Sendiri oleh Saksi

  • Bagikan
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3). Foto : Ricardo

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan kasus dugaan suap yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/5).

Dalam persidangan kali ini, tim penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Alvon Kurnia Palma mempermasalahkan legalitas rekaman percakapan antara saksi Riezky Aprilia dan Saeful Bahri yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke dalam ruang persidangan.

Rekaman tersebut memuat percakapan antara Riezky dengan Saeful saat bertemu di Singapura pada 25 September 2019.

Alvon menuding, rekaman tersebut bersifat ilegal, karena diduga dilakukan tanpa seizin pihak yang direkam. Ia menilai, hal tersebut melanggar prinsip kerahasiaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 Ayat 2 UU Perlindungan Data Pribadi.

"Apakah orang yang direkam ketika itu memberikan persetujuan atau tidak walaupun pada saat ini dikatakan sudah memiliki alat bukti," kata Alvon.

Ia menegaskan, tidak hanya terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melainkan juga harus selaras dengan peraturan perundang-undangan.

"Saya yakin bahwa pada saat ini kita menyidangkan ini berdasarkan UU. Kalau misalnya tidak, (persidangan) ini sudah melanggar UU juga," tambahnya.

Ia juga menekankan, legalitas alat bukti harus diuji sesuai ketentuan hukum, bukan sekadar karena telah disita oleh penuntut umum.

"Tetap, rekaman ini ilegal. Ini kan berdasarkan UU. Kalau ini dibolehkan, pertanyaannya seluruh aktivitas kita, termasuk CCTV, yang tidak kita setujui jadi dibolehkan. Mohon pertimbangannya Majelis Hakim," ujarnya.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan bahwa rekaman tersebut merupakan inisiatif dari saksi sendiri untuk menguatkan keterangannya. Setelah diserahkan kepada JPU, rekaman itu kemudian disita secara sah sebagai bagian dari alat bukti.

“Rekaman ini digunakan untuk menguatkan keterangan yang bersangkutan. Bukan kami yang merekam, tetapi saksi sendiri,” jelas Jaksa.

Ketua majelis hakim, Rios Rahmanto lantas menyatakan bahwa keberatan dari penasihat hukum akan dicatat dan dipertimbangkan dalam proses penilaian akhir.

Ia menegaskan bahwa seluruh pihak diberikan ruang untuk menyampaikan bukti masing-masing, dan sah atau tidaknya suatu alat bukti akan diputuskan dalam pertimbangan majelis.

“Kalau menurut penasihat hukum rekaman ini tidak sah, silakan disampaikan dalam pledoi. Kami akan mempertimbangkan,” tegasnya.

Adapun, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Hasto merintangi KPK yang ingin menangkap Harun Masiku, sehingga mengakibatkan buron sampai saat ini.

Hasto melalui Nurhasan memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air, setelah KPK melakukan tangkap tangan kepada Komisioner KPU RI 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Serta, memerintahkan staf pribadinya Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK. Upaya paksa penangkapan terhadap Harun Masiku itu setelah adanya dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024.

Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan uang senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta untuk Komisioner KPU RI 2017-2022, Wahyu Setiawan. Hasto memberikan suap ke Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Harun Masiku.

Upaya Hasto Kristiyanto telah membuat pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban.

Uang tersebut diberikan Hasto Kristiyanto untuk Wahyu Setiawan, agar caleg Harun Masiku bisa dilantik menjadi caleg terpilih periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) 1.

Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan, dibantu oleh mantan anggota Bawaslu RI yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina. Sebab, Agustiani memiliki hubungan dekat dengan Wahyu Setiawan.

Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP. (fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan