RUU Ruang Udara Jangan Abaikan Lingkungan, Teguh Ingatkan Soal Risiko Jangka Panjang

  • Bagikan
Anggota Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara, Teguh Iswara Suardi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara, Teguh Iswara Suardi, ST, M.Sc, menekankan pentingnya memasukkan aspek lingkungan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Ruang Udara.

Hal ini disampaikan dalam Rapat Degar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Nusantara I, Senayan pada Selasa 6/5/2025.

Selama ini, menurut Teguh, pembahasan mengenai ruang udara kerap didominasi isu pertahanan, keamanan, serta teknologi informasi seperti telekomunikasi digital dan frekuensi. Sementara itu, dimensi lingkungan belum mendapatkan perhatian memadai.

“Ketika kita bicara tentang ruang udara, cakupannya sangat luas. Aspek lingkungan seperti polusi udara, kebisingan, bahkan penyebaran penyakit, tidak bisa kita abaikan,” ujar Teguh.

“Kita punya contoh nyata seperti pandemi Covid-19, di mana penularan penyakit terjadi melalui udara. Begitu pula kebakaran hutan yang asapnya melintasi batas negara, seperti yang sering terjadi hingga mencapai Singapura dan Negara tetangga lainnya. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan ruang udara harus mencakup dimensi lingkungan secara serius.”

Lebih lanjut, Teguh menekankan bahwa pengelolaan ruang udara yang tidak memperhitungkan dampak lingkungan berisiko menciptakan masalah baru di masa depan. Polusi udara yang tidak terpantau, hingga kebisingan yang mengganggu kualitas hidup warga adalah sebagian dari tantangan yang perlu dijawab dalam RUU ini.

“Di banyak negara maju, konsep eco-airport bukan hanya sebatas wacana, tapi sudah menjadi standar operasional. Kita perlu mengejar ketertinggalan itu, dengan mendorong regulasi yang mewajibkan aspek lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari perencanaan dan pengelolaan ruang udara,” jelasnya.

Ia juga menekankan perlunya membangun mekanisme pemantauan dan mitigasi dampak lingkungan secara konkret.

“Regulasi tanpa instrumen pengawasan hanya akan menjadi dokumen di atas kertas. Kita perlu memastikan ada indikator kinerja yang jelas, misalnya pengurangan emisi karbon dari aktivitas penerbangan dan pemantauan kebisingan di sekitar bandara,” imbuh Teguh.

Teguh pun meminta masukan dari para pakar, termasuk Prof. Sakti, yang hadir pada kesempatan itu, untuk memperkuat basis ilmiah dalam memasukkan isu lingkungan ini ke dalam draf RUU.

“Saya kira ini kesempatan penting untuk memperluas diskusi dan memperkaya muatan RUU, Ia berharap, perhatian terhadap isu lingkungan tidak berhenti sebatas jargon, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan yang operasional dan berdampak nyata,” tambahnya.

Dengan dorongan ini, diharapkan RUU Pengelolaan Ruang Udara nantinya tidak hanya memperkuat aspek keamanan dan teknologi, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan, melindungi kesehatan publik, serta memastikan pembangunan transportasi udara yang ramah bagi generasi mendatang.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan