FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang sejarah, banyak tokoh ternama dunia yang dikenal karena kecerdasan, pencapaian, atau ketenarannya.
Namun, sebagian dari mereka juga sempat mengucapkan pernyataan yang dianggap meremehkan keberadaan Tuhan.
Menariknya, beberapa di antaranya mengakhiri hidup dengan tragis atau menderita penyakit berat. Hal itu pun memunculkan spekulasi dan pelajaran moral di baliknya.
Berikut sejumlah contoh yang kerap dijadikan pengingat tentang pentingnya menjaga ucapan, dilansir dari X @Ben3atha.
- Stephen Hawking
Fisikawan brilian asal Inggris ini pernah berkata, “Tuhan tidak ada. Tidak ada yang menciptakan alam semesta atau menentukan takdir kita.” Pernyataan itu memicu kontroversi di kalangan religius.
Ia didiagnosis dengan penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) sejak usia 21, dan hidup dengan kondisi lumpuh total hingga wafat pada 2018 di usia 76.
Meski secara ilmiah penyakit ini tidak terkait dengan kepercayaan, banyak orang memaknainya sebagai pelajaran tentang keterbatasan manusia.
- Thomas Andrews – Perancang Kapal Titanic
Ketika ditanya soal keamanan Titanic, Andrews dengan percaya diri menjawab bahwa bahkan Tuhan pun tak bisa menenggelamkannya. Ucapan itu menjadi bumerang setelah kapal megah tersebut tenggelam dalam pelayaran perdananya pada 1912, menewaskan lebih dari 1.500 orang.
- Tancredo Neves – Presiden Brasil
Dalam kampanyenya, Neves menyatakan bahwa jika ia meraih 500 ribu suara, bahkan Tuhan tidak akan bisa menjatuhkannya. Ia berhasil menang, namun takdir berkata lain: ia meninggal dunia satu hari sebelum dilantik sebagai Presiden Brasil.
- Cazuza – Musisi Rock Brasil
Dalam sebuah konser, Cazuza meniupkan asap rokok ke udara sambil berkata, “Tuhan, ini untuk-Mu.” Beberapa tahun setelahnya, ia meninggal karena kanker paru-paru di usia muda, 32 tahun. Ucapannya menjadi bahan refleksi bagi banyak orang tentang pentingnya menghormati nilai-nilai spiritual.
- Marilyn Monroe
Ketika pendeta terkenal Billy Graham mencoba mengajaknya berbicara soal agama, aktris ini menolak dengan berkata, “Saya tidak butuh Tuhan.” Seminggu setelah pernyataan itu, ia ditemukan tewas di apartemennya dalam kondisi misterius.
- Bon Scott – Vokalis AC/DC
Dalam lagu "Highway to Hell," Scott menyanyikan lirik, “Jangan hentikan aku, aku melaju ke neraka!” Beberapa bulan kemudian, ia ditemukan tewas karena tersedak muntahnya sendiri akibat konsumsi alkohol berlebihan.
- Karnaval Rio, Brasil
Dalam parade tahunan Rio Carnival, terdapat adegan yang dianggap menghina Tuhan secara terbuka. Tak lama setelah acara tersebut, wilayah Brasil dilanda banjir besar yang menewaskan banyak orang. Meski tidak bisa dibuktikan secara ilmiah sebagai hubungan langsung, kejadian ini menjadi bahan perenungan moral.
- Kaum Tsamud – Bangsa Purba di Jazirah Arab
Dalam kisah Al-Quran, kaum Tsamud didatangi Nabi Saleh dan diberi mukjizat berupa unta betina dari Allah. Namun mereka justru membunuh unta tersebut, dan tiga hari kemudian, seluruh kaum itu dibinasakan. Kisah ini terdapat dalam Surah Asy-Syu’ara dan Hud.
- Firaun – Penguasa Mesir Kuno
Firaun yang berkuasa di masa Nabi Musa dikenal karena kesombongannya. Ia menyatakan, “Aku adalah Tuhan kalian yang tertinggi” (QS. An-Nazi’at). Saat mengejar Nabi Musa dan Bani Israil, ia tewas tenggelam di Laut Merah.
Meskipun ia mengakui keesaan Tuhan di saat sekarat, pertobatannya ditolak karena datang terlambat. Allah berfirman bahwa tubuhnya diselamatkan sebagai pelajaran bagi generasi berikutnya (QS. Yunus: 92).
- Namrudz – Raja Babilonia
Namrudz, raja yang hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim, menyatakan dirinya sebagai tuhan dan meremehkan Allah. Saat Nabi Ibrahim menantangnya untuk menerbitkan matahari dari barat, ia terdiam tak mampu menjawab.
Namrudz kemudian dikisahkan wafat secara tragis setelah seekor nyamuk masuk ke otaknya dan menyebabkannya kesakitan hingga tewas.
Kisah-kisah di atas, baik yang bersumber dari sejarah modern maupun kitab suci, mengandung pesan kuat tentang bahaya kesombongan dan meremehkan kekuasaan Ilahi. Bagi umat beragama, ucapan adalah bagian dari tanggung jawab spiritual. Kebebasan berbicara bukan berarti bebas menghina atau menantang hal-hal yang bersifat sakral.
Boleh percaya, boleh tidak. Namun satu hal yang pasti: ucapan memiliki konsekuensi, dan kerendahan hati adalah kunci dalam menjalani hidup sebagai manusia yang terbatas. (Wahyuni/Fajar)