Petinggi Demokrat: BUMN Tidak Kebal Hukum, Apalagi Kasus Korupsi!

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Didik Mukrianto angkat suara. Terkait isu petinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak bisa ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“BUMN tidak kebal hukum, apalagi kasus korupsi!” kata Didik dikutip dari unggahannya di X, Jumat (9/5/2025).

Menurutnya, tidak benar bahwa direksi, komisaris, dan pegawai BUMN kebal hukum dan tidak dapat dijerat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.

“Meskipun Pasal 3X ayat (1) dan Pasal 9G menyatakan bahwa organ dan pegawai BUMN bukan penyelenggara negara, ini tidak berarti mereka kebal dari proses hukum terkait tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Hal tersebut, jelas Didik, karena UU Nomor 1 Tahun 2025 tidak menghalangi aparat penegak hukum untuk memproses direksi, komisaris, atau dewan pengawas BUMN yang terindikasi melakukan korupsi.

“Jika perbuatan mereka memenuhi unsur tindak pidana korupsi sesuai UU Tipikor, mereka tetap dapat dijerat hukum. Bahkan masyarakat non-penyelenggara negara juga dapat diproses jika memenuhi unsur korupsi,” jelasnya.

Sementara itu, UU Tipikor (UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001) tidak hanya berlaku untuk penyelenggara negara, tetapi juga untuk pihak swasta yang melakukan perbuatan korupsi, termasuk yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Terkait petinggi BUMN yang dalam UU BUMN baru bukan lagi penyelenggara negara. Ia mengatakan Pasal 3X ayat (1) dan Pasal 9G UU BUMN memang menyatakan organ dan pegawai BUMN bukan penyelenggara negara, yang berarti mereka tidak termasuk dalam definisi penyelenggara negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999.

“Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa KPK tidak dapat menangani kasus korupsi di BUMN karena kewenangan KPK berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 terbatas pada kasus yang melibatkan penyelenggara negara, aparat penegak hukum atau menimbulkan kerugian negara di atas Rp1 miliar.

Namun, jika kasus korupsi di BUMN menyebabkan kerugian negara di atas Rp1 miliar atau melibatkan pihak lain yang terkait dengan penyelenggara negara, KPK tetap dapat menanganinya,” terangnya.

Selain itu, status non-penyelenggara negara tidak menghalangi penegakan hukum jika ada indikasi fraud atau korupsi.

“Jika ada pandangan terkait dengan anggapan sebagai bentuk “penyelundupan hukum” yang berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi dengan memberikan “karpet merah” bagi penyelewengan, tinggal dibuktikan dengan action will dan optimisme para penegak hukum khususnya
@KPK_R dan @KejaksaanRI.”

Pada dasarnya, Didik mengklaim KPK dan Kejaksaan sangat optimis bahwa penindakan hukum terhadap Direksi, Komisaris dan pegawai BUMN yang melakukan penyimpangan atau fraud yang bisa merugikan keuangan negara akan ditindak dengan tegas, tanpa pandang bulu.

“Jadi, Direksi, komisaris, dan pegawai BUMN tidak kebal hukum dan tetap dapat dijerat karena korupsi, jika perbuatan mereka memenuhi unsur tindak pidana korupsi sesuai UU Tipikor,” pungkasnya.

“Namun, perubahan status menjadi non-penyelenggara negara memang berpotensi membatasi kewenangan KPK dalam beberapa kasus korupsi di BUMN,” sambungnya.
(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan