Said Didu Ungkap Fakta Kelam di Sektor Pertambangan, Jubir Gus Dur: Ada Uang di Balik Itu

  • Bagikan
Adhie Massardi (JPNN)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie M Massardi menyuarakan agar pengusutan korupsi yang merajalela di proyek pertambangan segera dilakukan.

"Usut korupsi di balik penyerahan tambang-tambang ini, ada udang di balik batu - ada uang di balik itu," ujar Adhie Massardi dilansir X Jumat, (9/5/2025).

Sejalan dengan Eks Sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu, yang menyatakan bahwa fakta dibalik kebijakan tersebut disinyalir oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Menko Kemaritiman dan investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

“Inilah fakta kebijakan Trio Jokowi-LBP-Bahlil yang menyerahkan tambang ke China di berbagai daerah. Mereka harus tanggung jawab," tulis Said Didu.

Said Didu juga menyoroti kritikan dan keluh kesah yang disampaikan oleh Gubernur Sulawesi Tengah terhadap tambang yang dinilai baik-baik saja dan saat ini sedang beroperasi.

"Mereka sekarang baru bersuara tapi sebenarnya mereka juga mantan pelaku atau pendukung kebijakan tersebut. Kasus ini sudah kita suarakan sejak 2015-2916 lalu," sambung Said Didu.

Dalam video yang dilampirkan di unggahan X Said Didu, menampilkan ungkapan memperihatinkan dari Gubernur Sulawesi Tengah dengan fakta yang tengah dialami Indonesia.

Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid mengeluhkan pertambangan di daerahnya. Ia menyebut Sulteng sudah hancur-hancuran.

Anwar mencurahkan segala kekhawatirannya, saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI sedang berlangsung, pada Selasa 29 April 2025.

“Negeri kami itu hancur-hancuran, Pak. Tambang dimana-mana. Hancur-hancuran negeri kami itu,” kata Anwar Hafid

Selain itu, Anwar membeberkan fakta yang terjadi dilapangan yakni daerahnya hanya mendapat pajak Rp220 miliar dari pertambangan, yang menjadi persoalannya merupakan kawasan industri.

“Cuma Rp220 miliar. Di mana persoalannya? Gubernur tidak bisa masuk, Pak. Pengusaha itu bilang ini kawasan industri, spesial. Tidak boleh. Semua berdalih atas izin usaha industri. Jadi kawasan industri itu Pak tidak bisa diapa-apain,” ujarnya.

Adapun aktivitas di kawasan industri, semuanya bebas melakukan apapun, tanpa melibatkan pihak pemerintah daerah yang terkait termasuk intervensi dari dirinya sebagai Gubernur.

“Semua bebas, kendaraan bebas di dalam. Mau ngapain aja di dalam. Kami tidak bisa. Sementara pengenaan dana bagi hasil di sana dilakukan di mulut tambang, bukan mulut industri,” imbuhnya.

Kemudian, ia membandingkan dengan PT Vale yang menggunakan izin usaha pemurnian, yang membuat pemetaan pajak terstruktur.

“Sehingga yang dipajang itu nikel matte. Di Morowali yang dipajak itu ore. Akhirnya apa yang terjadi? 1 ore misalnya 40 USD per metrik ton,” jelasnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa meningkat apabila pajaknya bisa dibayar sebagaimana syarat dan ketentuan yang berlaku.

Jika sesuai SOP, PAD yang ada khususnya di Sulawesi Tengah bisa menyamai DKI Jakarta dan Jawa Barat.

“Tapi kalau misalnya pajaknya dibayar di mulut industri, stainles steel, mungkin Sulawesi Tengah itu adalah salah satu yang menyamai DKI, Jawa Barat dan sebagainya soal PAD,” terangnya.

Di sisi lain, ia mempersoalkan libur pajak dalam aturan yang ada. Karena memberikan pengusaha bebas pajak selama 25 tahun.

“Ini problem kami. Kemudian saya baca di UU Industri yang jadi problem. Mereka pengusaha itu diberi tax holiday itu sampai 25 tahun,” ucapnya.

Sementara itu, nikel di daerahnya sisa 10 tahun lagi, dan ia memikirkan dampak dari itu setelahnya.

“Nikel di Morowali itu tinggal 10 tahun, Pak. Jadi habis nikel di Morowali itu selesai. Habis nikel Iya mendapatkan begitu-begitu saja,” pungkasnya.

(Besse Arma/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan