Peringati Hardiknas, LPTNU Jakarta Serukan Pemerintah Perbaiki Akses Pendidikan untuk Kaum Difabel

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) DKI Jakarta, Mulyadin Permana, menyerukan keseriusan pemerintah dan organisasi masyarakat dalam mengatasi hambatan yang masih dihadapi penyandang disabilitas dalam mengakses pendidikan dan program kesejahteraan sosial.

Dalam workshop memperingati Hari Pendidikan Nasional yang diselenggarakan oleh LPTNU DKI Jakarta pada 12 Mei 2025, Mulyadin menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak untuk menciptakan sistem yang inklusif dan adil bagi kaum difabel. "Semua elemen harus berperan aktif dalam meningkatkan akses pendidikan dan kesejahteraan bagi difabel. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Nahdlatul Ulama yang menekankan pentingnya keadilan sosial dan penghormatan terhadap martabat setiap manusia tanpa diskriminasi," ujarnya.

Menurutnya, hambatan struktural dan kultural yang selama ini membelenggu kaum difabel harus diidentifikasi secara serius agar dunia pendidikan mampu memberikan solusi praktis, termasuk dalam memfasilitasi akses mereka terhadap pendidikan, pekerjaan, dan bantuan sosial. Ia juga mendorong kolaborasi antara LPTNU dan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, untuk memetakan peluang kerja sama dalam memperluas akses tersebut. “Perlu membangun jejaring (networking) antara kelompok difabel dengan institusi pendidikan, pemerintah, dan korporasi melalui program CSR,” tambahnya.

Mulyadin juga menyoroti masih jauhnya partisipasi kaum difabel dalam pendidikan formal. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), jumlah penyandang disabilitas yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi masih di bawah 5 persen—jauh tertinggal dibandingkan angka partisipasi nasional. “Data ini mengindikasikan adanya kesenjangan yang serius dalam akses pendidikan bagi kelompok difabel,” terangnya.

Ia menambahkan bahwa ketimpangan ini semakin kompleks karena banyak difabel yang belum terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga tidak bisa mendapatkan bantuan dari berbagai program sosial pemerintah. Faktor-faktor seperti kurangnya akses informasi, fasilitas yang tidak ramah difabel, rumitnya prosedur administrasi, minimnya sosialisasi, hingga keterbatasan mobilitas, menjadi tantangan nyata yang harus segera diselesaikan.

"Tujuan dari pelaksanaan workshop ini yaitu untuk memfasilitasi pembelajaran dan pertukaran pengalaman antara kelompok/organisasi/individu difabel dengan para pemangku kebijakan guna meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, pekerjaan, serta kesejahteraan sosial bagi difabel di Indonesia," tutupnya. (zak/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan