Ada beberapa alasan mengapa menjadi dokter memerlukan waktu panjang, usaha keras, dan dedikasi:
- Kompleksitas tubuh manusia: Kedokteran adalah bidang yang kompleks yang memerlukan pemahaman mendalam tentang anatomi, fisiologi, dan patologi.
- Pertaruhan nyawa: Dokter tak jarang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindakan disaat genting, sehingga mereka perlu dilatih secara komprehensif untuk memastikan keselamatan pasien. Hal tersebut tak bisa dibentuk dalam waktu singkat dengan sistem pelatihan atau kursus dalam hitungan bulan.
- Evolusi yang konstan: Pengetahuan dan teknologi medis terus berkembang, sehingga dokter wajib mengikuti perkembangan terkini.
- Pengalaman praktis: Kedokteran adalah profesi langsung yang memerlukan pengalaman klinis yang luas untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menangani para pasien.
- Pertimbangan etika: Dokter perlu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip etika dalam praktik sehari hari.
Para mahasiswa kedokteran maupun peserta pendidikan dokter spesialis menjalani proses belajar secara bertahap, karena ada banyak hal yang harus dipelajari.
Selama ratusan tahun, kurikulum pendidikan kedokteran telah mengalami berbagai perbaikan. Mahasiswa kedokteran dipaparkan pengalaman klinis, dan kemudian dilakukan supervisi secara ketat untuk untuk memastikan mereka memperoleh keluasan keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung ilmu yang mereka pelajari.
Pengetahuan diperoleh secara perlahan, dan ada hierarki dalam tim profesional untuk memastikan bahwa peserta didik junior menerima pengawasan dan dukungan yang cukup dari para seniornya.
Saya ingat ketika pertama kali harus menulis rencana penatalaksanaan untuk seorang pasien. Saya ingat bagaimana pertama kali saya memasukkan kanula intra vena tanpa pengawasan. Saya juga ingat ketika pertama kali menangani pasien henti jantung sebelum staf lain tiba, dan harus memulai upaya resusitasi.
Setiap pengalaman ini memiliki tingkat stres tinggi, dan semuanya merupakan pengalaman belajar yang tak ternilai. Pengalaman ini berulang namun dengan intensitas lebih tinggi, ketika saya menjalani pendidikan dokter spesialis.
Oleh karenanya, terdengar aneh ketika ada ide untuk mendelegasikan kompetensi spesialis tertentu ke dokter umum dengan cara melakukan pelatihan khusus agar mereka menjadi dokter ‘plus’. Kalau sekadar untuk hal yang bersifat non-invasif misalnya melakukan pemeriksaan USG, bedah minor dengan pembiusan lokal, tentu tidak menjadi masalah.