Ekosistem Buku dan Minat Baca Masih Jadi Tantangan, Senator RI Sampaikan 4 Strategi

  • Bagikan
Suasana salah satu toko buku di Makassar (Foto: Instagram @dialektika_bookshop)

“Padahal, membaca bukan hanya soal menambah informasi, melainkan membentuk pola pikir formatif, reflektif, dan kreatif. Tiga kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi era disrupsi dan banjir informasi seperti saat ini,” ungkap Fahira Idris.

Selain itu, era digital membawa ancaman besar berupa pembajakan. Buku bajakan beredar bebas di marketplace dan grup daring, menyaingi buku asli dengan harga yang jauh lebih murah. Akibatnya, penulis dan penerbit kehilangan insentif untuk berkarya, dan pembaca tidak terbiasa menghargai proses intelektual di balik sebuah buku.

Menghadapi kompleksitas ini, menurut Fahira Idris, diperlukan pendekatan sistemik dan kolaboratif. Setidaknya ada empat strategi yang bisa ditempuh. Pertama, reformasi pajak buku yang holistik. Pemerintah perlu memperjelas definisi teknis buku yang bebas PPN, memperluas cakupannya termasuk buku anak-anak dan buku kreatif. Sosialisasi ke pemangku kepentingan perpajakan dan lembaga pemerintah harus ditingkatkan agar tidak terjadi kebingungan implementasi di lapangan.

Kedua, digitalisasi yang progresif dan aman. Penerbit perlu menggandeng pengembang teknologi untuk menciptakan format e-book yang interaktif, edukatif, dan aman dari pembajakan. Pemerintah dapat memberi insentif bagi pelaku industri yang mengembangkan kanal distribusi digital lokal yang kredibel.

Ketiga, gerakan literasi terpadu berbasis komunitas dan keluarga. Literasi tidak bisa hanya dibebankan pada sekolah. Keluarga harus menjadi role model, komunitas harus diberdayakan, dan fasilitas publik seperti taman bacaan serta perpustakaan desa perlu dihidupkan kembali dengan dukungan konten yang relevan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan