FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, terus mengupayakan penyempurnaan layanan jemaah haji 2025, di tengah masa transisi sistem layanan yang kini berbasis syarikah atau perusahaan penyedia jasa haji resmi dari Pemerintah Arab Saudi.
Berbeda dengan tahun sebelumnya yang hanya menggunakan satu syarikah, tahun ini jemaah Indonesia dilayani oleh delapan syarikah berbeda. Skema baru ini menimbulkan sejumlah tantangan teknis, salah satunya adalah potensi jemaah dalam satu kloter yang terpisah penempatan hotel maupun layanan karena diurus oleh syarikah berbeda.
Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis Hanafi menyebut, sedikitnya ada sekitar 2.500 jemaah atau 1.250 pasangan yang berpotensi terpisah dari keluarga saat penempatan akomodasi dan layanan lainnya di Makkah.
“Dari data awal yang kami peroleh ada sekitar 2.500 jemaah. Artinya itu ada sekitar 1.250 pasangan yang berpotensi untuk berpisah,” ujar Muchlis dalam konferensi pers di Kantor Daker Makkah, Minggu (18/5) malam waktu Arab Saudi.
PPIH menilai persoalan ini perlu disikapi secara serius. Pasalnya, tidak sedikit jemaah yang merasa tidak nyaman jika terpisah dengan pasangan, orang tua, atau anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, pemerintah Arab Saudi bersama PPIH Arab Saudi telah menyepakati skema penggabungan kembali jemaah ke hotel yang sama, meski berasal dari syarikah berbeda.
“Pasangan jemaah yang terpisah dapat digabungkan kembali dalam hotel yang sama meskipun berasal dari syarikat yang berbeda,” tegas Muchlis.
Prosedurnya, ketua kloter diminta aktif mendata jemaah yang terpisah dari pasangan atau keluarganya, dan mengirimkan laporan ke sektor tempat tinggal. Data itu selanjutnya diproses oleh Tim Daker Makkah. Targetnya, proses penggabungan dilakukan maksimal 1x24 jam setelah jemaah tiba di Makkah.
“Nanti kartu Nusuk-nya pun akan disesuaikan. Diupayakan bergabung ke kloter yang mayoritas. Ketersediaan kamar juga disesuaikan. Semua dilakukan berdasarkan koordinasi dengan sektor dan Daker Makkah,” imbuhnya.
Menurut Muchlis, penggabungan seperti ini juga telah terjadi secara informal. “Sudah banyak yang menggabungkan diri secara tanda kutip diam-diam, walaupun sebenarnya tidak dibenarkan,” ujarnya.
Untuk mencegah kebingungan dan mempercepat proses layanan, saat ini juga telah ditunjuk koordinator dari masing-masing syarikah untuk membantu penggabungan ini secara administratif. Petugas lapangan juga dibekali informasi tambahan agar bisa cepat menyesuaikan data jemaah berdasarkan hotel dan layanan syarikah.
Muchlis menyadari bahwa perubahan sistem dari skema kloter menjadi skema syarikah memang tidak mudah. Namun, ia berharap semua pihak dapat bersinergi dan fokus untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para tamu Allah.
“Kami memahami ini tidak mudah dan menimbulkan ketidaknyamanan. Tapi mari kita jadikan ini sebagai bagian dari proses penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih tertib, aman, dan manusiawi,” pungkasnya. (fajar)