FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pengangkatan Irjen Pol Muhammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memantik kritikan dari kalangan pemerhati parlemen dan aktivis masyarakat sipil.
Pegiat media sosial, Monica, yang juga dikenal aktif mengawal isu-isu demokrasi, turut menyoroti kejanggalan tersebut.
Ia menyebut bahwa pengangkatan seorang perwira tinggi Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil bertentangan dengan konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan.
“Polisi aktif dilarang duduki jabatan sipil seperti Sekjen, sesuai UU Polri dan UU MD3," kata Monica, Selasa (20/5/2025).
Monica mengutip penegasan dari Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia yang menyebut hal senada.
Sebelumnya, penempatan perwira tinggi Polri aktif sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (Sekjen DPD) RI menuai kritik tajam dari kalangan pemerhati parlemen.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai kebijakan tersebut berpotensi bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
"Kursi Sekjen DPD yang didudukki oleh seorang pejabat aktif kepolisian, patut diduga bermasalah dari sisi regulasi dan etis," ujar Lucius, dikutip dari JPNN, Selasa (20/5/2025).
Ia merujuk pada Pasal 414 Ayat 2 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang dengan jelas menyatakan bahwa Sekjen DPD seharusnya berasal dari kalangan pegawai negeri sipil profesional. Ketentuan itu berbunyi:
"Sekretaris jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada dasarnya berasal dari pegawai negeri sipil profesional yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Lucius menjelaskan bahwa meskipun anggota Polri merupakan aparatur negara, mereka tidak memiliki status sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Hal ini, menurutnya, diatur secara tegas dalam Pasal 20 Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang membedakan secara jelas antara ASN dengan institusi seperti TNI dan Polri.
"Ada jabatan ASN tertentu memang bisa diisi oleh polisi atau tentara, tetapi rujukan penempatan mereka di posisi tertentu itu mengacu pada UU tentang Kepolisian dan UU TNI," terangnya.
Lebih lanjut, Lucius menyinggung Pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang Kepolisian yang mewajibkan anggota Polri untuk mengundurkan diri atau pensiun dini apabila hendak mengisi jabatan di luar institusinya.
"Dengan demikian, maka penunjukan Sekjen DPD yang berlatar belakang pejabat kepolisian tidak sinkron dengan regulasi sebagaimana dijelaskan di atas," tandasnya.
Ia juga menilai bahwa dari aspek profesionalisme, jabatan Sekjen DPD yang bersifat administratif dan mendukung kerja kelembagaan tidak sejalan dengan latar belakang profesi kepolisian yang lebih fokus pada penegakan hukum. (Muhsin/Fajar)