Oleh: Abdul Qahar
(Pemerhati Budaya)
Pada pagi yang cerah, Kamis, 22 Mei 2025, sebuah pertemuan yang penuh makna berlangsung di kediaman Kanda Bahrun Danu, di Perumahan BTN ASABRI, Moncongloe.
Rumah yang penuh dengan koleksi budaya ini menjadi saksi diskusi mendalam antara dua sahabat lama, Kanda Bahrun Danu dan Dr Azis Nojeng Daeng Moke.
Bahrun Danu, seorang tokoh budaya yang juga Ketua Galeri Pusaka Bugis Makassar (GPBM), menyambut hangat Dr. Azis Nojeng Daeng Moke, Ketua Himpunan Pelestari Bahasa Daerah (HPBD) Sulsel.
Azis Nojeng, yang memiliki perhatian besar terhadap kekayaan budaya Sulawesi Selatan, segera terpesona dengan koleksi-koleksi budaya yang dipajang di ruang tamu rumah Kanda Bahrun.
Salah satu objek yang menarik perhatian Azis Nojeng adalah Badik. Senjata tradisional yang sangat berharga bagi masyarakat Sulawesi Selatan.
Badik yang terpajang memenuhi keempat sudut ruangan, bukan hanya sekadar alat, tetapi juga simbol kekuatan dan martabat leluhur Bugis-Makassar.
Dengan takjub, Azis Nojeng menyimak setiap detail ukiran yang menghiasi Badik itu.
"Dari mana asal-usul Badik ini?" tanyanya, penuh rasa ingin tahu.
Bahrun dengan semangat menjelaskan bahwa badik adalah bagian dari Warisan Budaya Tak Benda yang harus dijaga kelestariannya, terutama di tengah arus modernisasi yang semakin kencang.
Selain badik, Azis Nojeng juga tertarik pada koleksi-koleksi lain yang tak kalah menarik.
Ada patung-patung dengan aura mistis yang menggambarkan kebijaksanaan leluhur, serta Batu Permata yang berkilau indah.
Salah satu koleksi unik yang menarik perhatian Azis Nojeng adalah Batu Monta' Bassi, batu yang memancarkan cerita panjang tentang kebudayaan Sulawesi Selatan.
"Setiap batu, setiap patung, dan setiap benda yang kita simpan di sini bukan hanya koleksi semata, tetapi bagian dari identitas kita," ujar Kanda Bahrun, sembari memegang Batu Monta' Bassi yang penuh cerita.
Azis Nojeng, yang selama ini aktif dalam pelestarian bahasa daerah, menyampaikan kekagumannya atas usaha Kanda Bahrun dalam melestarikan warisan budaya Sulawesi Selatan.
"Kanda, apa yang saudara lakukan di sini sangat berarti untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Kita perlu bekerja sama lebih dekat untuk memastikan budaya kita tidak hanya dikenang, tetapi juga hidup dan berkembang," ujarnya, penuh harapan.
Setelah menikmati secangkir kopi panas dan varian kue khas Bugis Makassar di antaranya Barongko, Putu Tongka, Roko’ Roko’ Cangkuning, mereka berbicara lebih jauh tentang program-program pelestarian budaya yang bisa dijalankan bersama, antara Galeri Pusaka Bugis Makassar dan Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulsel.
Kolaborasi ini dapat menghasilkan lebih banyak karya budaya yang bisa dikenalkan kepada masyarakat luas, termasuk generasi muda.
Dr. Azis Nojeng Daeng Moke, yang dikenal juga sebagai pemeran dalam film Silariang (2017) dan Namamu Kata Pertamaku (2018), turut memberi kontribusi besar dalam dunia perfilman Indonesia, khususnya dalam memperkenalkan budaya Sulawesi Selatan melalui seni peran.
Azis Nojeng, yang berasal dari Sanrobone, Takalar, adalah tokoh yang terus mendorong pelestarian budaya lewat peran dan karya seni yang penuh makna.
Kanda Bahrun Danu, Ketua Galeri Pusaka Bugis Makassar, adalah sosok yang menjaga warisan budaya Sulawesi Selatan dengan penuh dedikasi. Bagi Kanda Bahrun, pelestarian budaya bukan hanya soal benda bersejarah, tetapi menjaga jiwa dan nilai-nilai leluhur agar tetap hidup.
Beliau percaya, "Budaya bukan hanya milik sejarah, tapi masa depan kita," dan berkomitmen untuk menginspirasi generasi muda agar melestarikan warisan budaya dengan cinta dan pemahaman.
Pelestarian budaya bukan hanya tugas segelintir orang, tetapi tanggung jawab kita semua. Mulailah dengan memahami dan menghargai kebudayaan kita sendiri, mendukung program-program yang berfokus pada pelestarian seni dan bahasa daerah, serta aktif dalam mempromosikan budaya Sulawesi Selatan ke generasi mendatang.
Pelestarian budaya adalah pekerjaan besar yang memerlukan komitmen, kerja sama, dan cinta terhadap identitas yang telah diwariskan oleh nenek moyang.
Keberagaman budaya adalah kekayaan kita, dan pelestariannya adalah tanggung jawab bersama.
Mari kita menjaga dan merawat identitas budaya Sulawesi Selatan untuk generasi yang akan datang. (*)