Aborsi di Makassar, ASN Terlibat, Mahasiswi S2 Jadi Korban

  • Bagikan
Ilustrasi (Foto: Muhsin/fajar)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Tim Resmob Ditreskrimum Polda Sulsel membekuk tiga orang yang diduga terlibat dalam praktik aborsi ilegal di Kota Makassar.

Panit 1 Resmob Ditreskrimum Polda Sulsel, Ipda Dendi Eriyan mengatakan, salah satu dari mereka adalah pria berinisial SA (44), yang tercatat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di sebuah puskesmas setempat.

"SA ini pekerjaannya adalah ASN dari salah satu puskesmas yang ada di Kota Makassar," ujar Dendi kepada fajar.co.id, Senin (26/5/2025).

Dikatakan Dendi, penangkapan SA dilakukan di sebuah penginapan yang berlokasi di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang.

Selain SA, dua perempuan berinisial CI (23) dan RA juga ikut diamankan di lokasi yang berbeda di wilayah Kota Makassar.

Lanjut Dendi, CI adalah pengguna jasa aborsi yang dilakukan SA. Ia diketahui sedang menempuh studi pascasarjana (S2) di salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar.

“Jadi yang sudah menggunakan jasa tersebut adalah perempuan inisial CI. Jadi perempuan inisial CI tersebut adalah pekerjaannya mahasiswi S2 di salah satu universitas negeri di Kota Makassar,” jelasnya.

Dalam penyelidikan diketahui bahwa pelaku SA tidak bekerja sendirian. Ia dihubungkan dengan korban CI oleh RA, yang merupakan teman dekat CI.

"Jadi wanita inisial CI dengan terduga pelaku laki-laki inisial SA ini dihubungkan oleh terduga pelaku inisial RA, yang mana RA ini adalah temannya inisial CI," ungkap Dendi.

Lebih lanjut, modus operandi SA disebutkan dengan cara mendatangi pasien secara langsung, umumnya di hotel atau penginapan.

"Jadi modusnya ini terduga pelaku inisial SA tersebut itu adalah dia melakukan praktek aborsi ini, dia yang mendatangi calon customernya, biasa di hotel begitu," tandasnya.

Dari hasil pemeriksaan sementara, SA mengaku bahwa untuk setiap praktik aborsi yang dilakukannya, ia mematok biaya antara Rp2,5 juta hingga Rp5 juta.

"Jadi hasil interogasi kami, dia satu kali untuk melaksanakan praktek ini Rp 2.5 juta sampai Rp 5 juta rupiah," terangnya.

Dendi bilang, hingga saat ini pihaknya masih mendalami jaringan dan kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat, serta memproses ketiga terduga pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan