Ia memandang solidaritas warga dunia lintas negara yang kian tak terbendung, telah menjelma sebagai gerakan sosial yang memengaruhi sikap politik pemerintah. “Perubahan sikap masyarakat Spanyol juga mencolok. Saat ini 63% responden menyalahkan Israel atas konflik, naik signifikan dari 35% pada 2016,” terangnya.
Tamsil menerangkan bahwa masyarakat dunia semakin memahami akar konflik, yaitu pendudukan dan pelanggaran hak asasi manusia. Narasi pro-Palestina yang kini menguat, mencerminkan empati mendalam terhadap penderitaan rakyat Palestina. Dukungan dunia tersebut menjadi kekuatan penekan yang mendorong langkah progresif di panggung internasional.
Tamsil mendorong agar Indonesia terus pro aktif menggalang kekuatan negara-negara di kawasan Asia. Apalagi, pertemuan Madrid Group ditengarai sebagai persiapan untuk konferensi PBB di New York yang bertujuan mempertegas gagasan solusi dua negara dan pengakuan internasional terhadap Palestina.
“Indonesia, dengan pengalaman diplomasi multilateralnya, harus berperan lebih luas memfasilitasi dialog internasional untuk mencapai tujuan ini. Generasi muda juga harus dilibatkan melalui pendidikan dan media sosial untuk menyebarkan narasi anti kolonialisme,” tambahnya.
Meski deklarasi Madrid adalah langkah maju, tantangan untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina tetap besar. Tamsil menekankan perlunya langkah konkret, seperti mekanisme perdamaian inklusif dan penghentian pelanggaran hak asasi manusia di wilayah pendudukan.
“Dari bumi Andalusia, suara keadilan telah dikumandangkan, obor kemanusiaan telah dinyalakan. Tugas kita adalah memastikan suara ini terus bergaung hingga cita-cita kemerdekaan Palestina menjadi nyata,” pungkas Tamsil.