Din wa Nikmah: Islam sebagai Agama dan Peradaban
Hamim menekankan bahwa Islam dalam pandangan Muhammadiyah bukan sekadar “din wa daulah” atau “akidah wa syariah”, melainkan din wa nikmah—agama yang menyempurnakan peradaban.
Ayat Al-Ma’idah: 3 menjadi pijakan teologisnya, yang menunjukkan dua cakupan besar ajaran Islam: kesempurnaan agama (akmaltu lakum dinakum) dan kesempurnaan nikmat (atmamtu alaikum ni’mati). Baginya, nikmah bukan hanya keberagamaan yang baik, tetapi keadaan hidup yang menyeluruh: ekonomi, sosial, budaya, politik—semuanya baik secara bersamaan.
"Inilah sebabnya kita mendorong umat Islam untuk tidak terpinggirkan dalam arus modernitas. Kalau tidak didorong untuk menguasai ekonomi, umat Islam bisa menjadi ‘Aborigin berikutnya’—terasing di tanah sendiri, kalah bersaing dengan kekuatan kapital non-Muslim," ungkap Hamim dengan nada peringatan.
Kebutuhan Mendesak akan Literatur dan Kaderisasi
Dalam konteks kaderisasi tarjih, Hamim juga menyinggung minimnya literatur keislaman yang mendukung paham Muhammadiyah. Berbeda dengan mazhab fiqh tradisional yang kaya rujukan, paham tarjih Muhammadiyah dinilai masih memerlukan dukungan pustaka yang memadai.
"Jika literatur tidak segera disusun dan kader tidak dikembangkan, maka pembaruan Islam ala Muhammadiyah bisa terputus. Kita tidak ingin mengalami nasib serupa Aligarh di India, yang kehilangan identitas pembaruannya," tegasnya, merujuk pada kasus organisasi pembaruan Islam di India yang kehilangan pengaruh karena tidak memiliki ulama generasi baru yang sejalan.