“Harus ditindaklanjuti oleh pemerintah. Biar bisa diterapkan nantinya. Harus dilihat secara kategorisasi,” tambahnya.
Jika itu diterapkan, eks Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan itu mewanti-wanti beban finansial pemerintah. Pada dasarnya, ia mengatakan pendidikan punya opsi anggaran besar.
“Dialokasikan 20 persen. Alokasi itu bukan hanya APBN saja, tapi juga APBD. Tapi faktanya lagi, itu tidak berlaku sistemik,” jelasnya.
Menilik kondisi saat ini, anggaran 20 persen terpecah-pecah di berbagai sektor. Tidak hanya dikelola kementerian atau dinas yang terkait langsung dengan pendidikan.
“Jadi ada inkonsistensi yang sangat memprihatinkan,” terangnya.
Di sisi lain, penggunaan anggaran pendidikan selama ini dinilainya ada anomali. Karena hanya memprioritaskan sekolah negeri.
“Padahal esensinya juga untuk sekolah swasta. Karena mereka yang tidak lulus sekolah negeri kan, harus terlempar ke sekolah swasta,” urainya.
“Kalau sekolah swasta tidak dapat perhatian memadai juga, mereka yang terlempar karena tingkat ekonomi rang tuanya yang terbatas itu harus menjerit kan. Karena harus membayar mahal untuk bersekolah di swasta. Karena tidak ada subsidi pemerintah. Itu yang harus dikritik juga,” tambah Suryadi.
Ia lalu memberi ilustrasi, dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB), jumlah yang mendaftar jauh lebih banyak dari kuota yang tersedia.
“Jadi lebih dari separuh, itu tidak lolos SPMB. Sementara SPMNN itu hanya sekolah negeri. Jadi hanya separuh yang bisa ditampung di SPMB,” ungkapnya.
“Separuh lagi, ke mana? Yah ke swasta atau mungkin putus sekolah karena tidak mampu membiayai kelanjutan pendidikan mereka,” sambung Suryadi.
(Arya/Fajar)