Rahma Sarita Bongkar Blunder Bareskrim: Nilai Jokowi Banyak D, Tapi IPK 3,05? Aneh!

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Jurnalis senior, Rahma Sarita Aljufri, secara blak-blakan mengkritik langkah Bareskrim Polri yang merilis transkrip nilai mantan Presiden Jokowi.

Ia menyebut terdapat kejanggalan dalam data akademik yang dipublikasikan.

Dikatakan Sarita, publik justru semakin bingung dengan transparansi yang disampaikan.

Ia mempertanyakan bagaimana sistem penilaian yang berlaku di Universitas Gadjah Mada (UGM) saat itu bisa menghasilkan IPK 3,05 meski nilai D dan C mendominasi.

“Sekarang Bareskrim Polri sudah mengeluarkan, merilis, termasuk transkrip nilai Jokowi yang A, B, C, D. Aneh ini, D-nya masih banyak, C banyak. Nilainya yang A ada tiga, kemudian B sepuluh, C tiga belas, dan D ada enam,” kata Sarita dalam videonya yang beredar, dikurltip Jumat (30/5/2025).

Ia membandingkan dengan pengalamannya kuliah di Universitas Airlangga pada tahun 1993, di mana nilai D dianggap tidak lulus dan harus diulang.

Hal itu membuatnya curiga dengan logika perhitungan indeks prestasi kumulatif (IPK) Jokowi.

“Yang jelas, setahu saya, saya kuliah di Universitas Airlangga tahun 1993, kalau D ini gak lulus. Disuruh ngulang. IPK saya juga 3 sekian, itu gak ada D-nya. Cuma ada satu C,” cetusnya.

Lebih lanjut, Rahma menyatakan heran bagaimana IPK Jokowi bisa mencapai angka 3,05 dengan kombinasi nilai yang disebutnya tergolong rendah.

“Sementara ini Jokowi, IPK-nya 3,05. Saya gak ngerti ngitungnya gimana yah. Mungkin SKS-nya beda atau bagaimana,” tambahnya.

Sebelumnya, pemeriksaan yang dilakukan penyidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya terhadap akademisi Rismon Sianipar dianggap aneh.

Hal ini diungkapkan pengamat kepolisian, Bambang Rukminto.

Bambang menilai aneh saat mendengar kabar terbaru terkait kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ketujuh RI, Jokowi.

Rismon, yang dikonfirmasi mengenai pemeriksaan itu juga mengatakan hal senada. Ia merasa heran karena indikasinya dituduh membuat kegaduhan.

"Nah itu, bisa jadi kami dituduh membuat keamanan negara jadi gaduh," kata Rismon kepada fajar.co.id, Kamis (29/5/2025).

Diceritakan Rismon, pemeriksaan yang dilakukan Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya berlangsung pada Senin (26/5/2025) kemarin.

Lebih lanjut, Rismon mengungkapkan bahwa sekitar enam jam pemeriksaan, penyidik lebih banyak mendalami soal kegaduhan yang terjadi mengenai polemik ijazah Jokowi.

"6 jam 97 pertanyaan, paling banyak dari semuanya," sebutnya

Tambahnya, penyidik juga mempertanyakan otoritas Rismon dan kawan-kawan dalam memeriksa keabsahan ijazah Jokowi.

"Ya mereka tanyakan hak otoritas saya memeriksa ijazah dan skripsi Jokowi. Peneliti kok butuh otoritas lembaga, peneliti itu bebas dan tanpa intervensi siapapun," bebernya.

Ia pun merasa heran, karena menganggap bahwa tidak ada salahnya untuk meminta agar ijazah tersebut ditunjukkan ke publik jika benar-benar asli. Karena Jokowi merupakan mantan Kepala negara yang telah melalui proses administrasi.

"Jokowi berutang budi tunjukkan ijazahnya pada rakyat," tandasnya.

Berdasarkan apa yang telah diteliti sejauh ini, Rismon tetap menarik kesimpulan bahwa memang keabsahan ijazah Jokowi patut dicurigai

"Jelaslah, apalagi tentang sarjana muda di akun X saya," kuncinya. (Muhsin/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan