Bumi dianggap sebagai ibu karena padanya ia menumbuhkan kehidupan. Bumi mengayomi dengan rela ditempati hidup di atasnya oleh manusia. Bumi menumbuhkan tanaman kemudian di atasnya pula hewan-hewan memakan tanaman, sementara manusia mempergunakan tanaman dan hewan sebagai bahan sandang, pangan, dan papan. Semua makhluk hidup baik yang makroskopis maupun mikroskopis membentuk jaringan ekosistem dengan bumi yang padanya saling membutuhkan dan saling berdampak satu sama lain.
Bumi menyediakan segala yang dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya baik yang dipermukaan maupun yang mineral batuan yang ada dalam perut bumi. Kecanggihan teknologi saat telah mengantarkan manusia untuk mengeksplorasi lebih luas dan lebih jauh ke dalam bumi untuk memenuhi kebutuhan bahan pembuatan teknologi. Misalnya nikel yang digunakan sebagai bahan baterai untuk teknologi saat ini.
Proses penambangan yang terjadi telah memberikan ruang bencana hidromoteorologis dan konflik agraria di masyarakat. Dampaknya terhadap perkebunan masyarakat setempat dan perairan nelayan sekitar tambang sangat dirasakan. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan harus lebih adil. Adil secara ekonomi, adil secara lingkungan, dan adil secara sosial. Jika hal itu tidak direncanakan dengan baik maka manusia sebagai anak bumi telah merusak ibunya, merusak surganya. Bukankah surga itu ada di bawah telapak kaki ibu?
Jika kalimat “surga berada di bawah telapak kaki ibu” maka yang dirujuk adalah tanah atau bumi. Jika bumi telah rusak maka tidak ada kehidupan lagi. Sehingga peran kita semua menjaga bumi sangat diperlukan.