FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisaris PT Pelni, Dede Budyarto menanggapi lokasi yang beredar dalam bentuk video sedang dijadikan tambang dengan narasi menyebut bahwa lokasinya di Raja Ampat.
Video viral tersebut mendorong masyarakat menggaungkan tagar #save Raja Ampat. Berbeda dengan Dede, melalui akun X miliknya, @kangdede78 ia mengatakan video yang beredar bukan di Raja Ampat melainkan di Sulawesi Tenggara.
"Faktanya, video yg Anda unggah itu bukan di Raja Ampat, tapi di Sulawesi Tenggara [menit 16] link; suarakendari.com, Kenapa sebar hoaks dgn bawa-bawa nama Raja Ampat?," tanya Dede dilansir X Sabtu, (7/6/2025).
Menurut Dede, beredar luasnya kabar yang berupa berita tidak benar merupakan sebuah pembodohan publik
"Ini bukan lagi kritik, ini pembodohan publik. Main framing seolah-olah bencana di mana-mana akibat hilirisasi, padahal data & lokasi saja anda salah total. Apa anda? Provokasi? Fitnah?," tulis Loyalis Jokowi ini.
Lebih lanjut, Dede tidak setuju apabila kabar yang beredar tanpa mencari tahu kebenaran terlebih dahulu, hanyalah sebuah sensasi murahan.
"Kalau mau bicara soal lingkungan, pakai data & akal sehat. Bukan sensasi murahan dengan info palsu," jelasnya.
Adapun pertambangan yang disorot dan dilampirkan oleh Dede yakni laporan PJU Polda Sultra Lakukan Patroli Udara Memantau Illegal Mining yang diberitakan pada November 2022.
Kala itu, pemantauan udara dilakukan untuk memantau aktifitas pertambangan ilegal di Kabupaten Konawe utara (Konut), tepatnya di wilayah Marombo dan Mandiodo.
Dalam pemantauan udara itu, terlihat tidak ada aktifitas pertambangan ilegal (Illegal Mining), yang dilakukan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sultra, Kombes Pol Bambang Wijanarko, mengatakan, Polda Sultra terus berkomitmen untuk menangani aktivitas pertambangan ilegal, yang merusak lingkungan, merugikan masyarakat dan negara. Karena dampak negatif dari aktivitas ilegal itu turut dirasakan oleh para pemegang izin.
“Hasil patroli udara terkait illegal mining di wilkum sultra kosong kegiatan penambangan liar,” kata Kombes Pol Bambang Wijanarko.
Terkait pertambangan, Bambang menyebut semua penambang ilegal akan kita luruskan. jika masih ada penambangan ilegal yang beroperasi, akan di tutup. Hal itu berdasarkan Instruksi dari Presiden Joko Widodo.
Terhitung sejak bulan September hingga November 2022, Ditreskrimsus Polda Sultra, khususnya Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), menangani sedikitnya 13 Laporan Polisi, terkait Tindak Pidana Pertambangan di wilayah Sultra.
Dari penanganan kasus itu, 30 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan 23 orang ditahan, serta ikut disita barang bukti berupa alat berat sebanyak 54 unit.
Dilain sisi, warganet ramai-ramai membagikan unggahan yang menyoroti kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat, yang disebut terdampak aktivitas tambang nikel dengan menggunakan tagar #SaveRajaAmpat.
Unggahan di media sosial tersebut umumnya berbentuk template Instagram Story dengan narasi “Papua bukan tanah kosong”, atau cuplikan dari kampanye Greenpeace yang memperlihatkan kondisi hutan yang telah diterabas hingga tampak area cokelat gundul di tengah hamparan hijau.
Dalam salah satu video yang beredar, tampak beberapa pulau di Raja Ampat dipenuhi kegiatan pertambangan. Terlihat pula alat berat, seperti ekskavator, beroperasi di kawasan tersebut.
Kampanye Greenpeace menggunakan tagar serupa juga disebarluaskan, dengan menyoroti biaya sebenarnya dari nikel, dan menampilkan daftar kerusakan lingkungan hingga pelanggaran yang disebut kerap menyertai kegiatan pertambangan nikel di Indonesia.
Unggahan Greenpeace di Instagram turut menampilkan gambar bertuliskan #SaveRajaAmpat. “The Last Paradise: Satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak dan dihancurkan hanya demi kepentingan sesaat dan golongan oligarki serakah.
Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran alam yang semakin hari semakin marak terjadi,” demikian tertulis di akun @greenpeaceid.
“Saat ini Raja Ampat, tempat yang dijuluki ‘Surga Terakhir’ di dunia berada dalam kehancuran yang dilakukan pertambangan nikel. Hilirisasi nikel yang digadang sebagai jalan menuju energi bersih telah meninggalkan jejak kehancuran di berbagai tempat dari Sulawesi hingga Maluku, dan kini mengancam Raja Ampat, Papua Barat,” tulis Greenpeace.
Menanggapi hal ini, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik membenarkan bahwa aktivitas tambang memang terjadi di sejumlah pulau di Raja Ampat.
Gambar dan video yang beredar sebagian besar merupakan dokumentasi aktivitas tambang yang ada di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Batang Pele. Ia juga mengapresiasi meningkatnya perhatian publik melalui tagar #SaveRajaAmpat.
“Penggunaan hashtag #SaveRajaAmpat tentu kami sangat senang sekali bisa menjadi perhatian publik saat ini,” katanya ketika dihubungi.
Sebab, perhatian publik memberi tekanan kepada pemerintah sehingga sejumlah lembaga mulai mengambil sikap. “Makanya sekarang pemerintah, DPR ada statement, dari ESDM ada statement, LH langsung melakukan penyegelan, dari Kementerian Pariwisata juga sudah ada,” tuturnya.
Namun, Iqbal mengatakan pihaknya belum melihat respons dari Kementerian Kehutanan sejauh ini, padahal kementerian tersebut sangat terkait dengan isu pertambangan di kawasan hutan Raja Ampat.
Terbaru, empat lokasi tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat, telah disegel dan seluruhnya sudah berada dalam pengawasan pejabat pengawas lingkungan hidup. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol menegaskan itu kepada Tempo pada hari ini, Kamis 5 Juni 2025, yang bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Dari empat perusahaan yang terungkap sedang dan hendak menambang nikel di Raja Ampat tersebut, dua di antaranya diketahui telah memiliki izin dan dokumen lingkungan.
Izin-izin itu, kata Hanif, akan dicabut. "Dengan tetap mewajibkan pemulihan lingkungan," kata Hanif lewat pernyataan tertulis sebelum keterangan resmi dikeluarkannya.
(Besse Arma/Fajar)