Kedua, hunian dan budaya tinggal vertikal. Permasalahan backlog perumahan di Jakarta hanya dapat diatasi dengan pendekatan human-centered. Pramono-Rano perlu memastikan pembangunan rusun tidak hanya kuantitatif, tapi juga inklusif dan adaptif.
Rekomendasi strategis yang bisa ditempuh adalah melalui strategi vertikalisasi kampung eksisting, integrasi dengan transportasi publik (TOD), diversifikasi model kepemilikan, kemitraan publik-swasta, serta desain rusun yang partisipatif dan bermartabat. Reforma agraria perkotaan juga penting untuk melegalkan kampung informal agar tidak tergusur dari kawasan mereka bangun bersama.
Ketiga, Polusi dan Krisis Lingkungan. Jakarta masih berkutat dengan kualitas udara terburuk di dunia. Menambah ruang terbuka hijau hingga 20%, mempercepat elektrifikasi kendaraan, dan memperketat regulasi emisi adalah langkah yang harus dikejar cepat.
“Jakarta jika ingin menjadi kota global, harus sehat dan berkelanjutan. Tanpa udara bersih, semua pembangunan tak berarti. Ini karena polusi udara akan menurunkan kualitas kehidupan warga Jakarta,” tukasnya.
Keempat, penanggulangan banjir yang sistemik. Pendekatan tambal sulam dalam penanganan banjir sudah tidak lagi relevan.
Revitalisasi waduk dan sungai harus dikombinasikan dengan sumur resapan, drainase vertikal, dan penataan kawasan berbasis ekologi. Kolaborasi dengan pemerintah pusat untuk pengendalian banjir lintas wilayah mutlak diperlukan.
Kelima, pemerataan kesejahteraan dan investasi SDM. Program pendidikan seperti "Satu Keluarga, Satu Sarjana", pelatihan vokasi, dan perluasan KJP/KJMU harus terus diperkuat.