Oleh karena itu, ia mendorong adanya perubahan pola pikir serta pengembangan sektor industri agar potensi insinyur Indonesia tidak terus-menerus terabaikan.
Menanggapi kondisi ini, Ketua PII Wilayah Jawa Timur, Gentur Prihantono, menegaskan pentingnya penguatan regulasi profesi insinyur, sebagaimana berlaku pada profesi dokter. Ia menyayangkan lambatnya implementasi Undang-Undang Keinsinyuran yang telah disahkan sejak 2014, sementara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 sebagai aturan pelaksana baru terbit pada 2019.
“Sebenarnya UU Insinyur itu lahir lebih dari sepuluh tahun lalu. Tahun 2014. Cuma masalahnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tentang insinyur baru lahir tahun 2019. Semestinya begitu UU lahir, dua tahun kemudian muncul PP terkait hal tersebut,” ujar Gentur saat hadir dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, dikutip Rabu (11/6/2025).
Gentur menegaskan bahwa insinyur adalah profesi yang perlu pengakuan formal. Seperti halnya dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI), para insinyur juga membutuhkan wadah dan pengakuan melalui Dewan Insinyur.
Sayangnya, hingga kini belum mencapai satu juta insinyur yang memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI).
Padahal, kata Gentur, di Jawa Timur saja terdapat sekitar 4.000 lulusan teknik setiap tahunnya. Namun dalam kurun sepuluh tahun terakhir, hanya sekitar 7.000 insinyur yang mendaftarkan diri secara resmi.
Angka ini dinilai jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional, apalagi dalam proyek-proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang mewajibkan sertifikasi insinyur.