“Yang viral ini adalah produksi dari UGM yang tanda petik dapurnya udah double. Artinya siapapun bisa memasak, merasa, meminta, atau meresepkan, itu yang menjadi konsep dasarnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Heru menilai simbol “elephant” atau gajah yang dulunya melambangkan tokoh besar Nusantara, kini justru dipersepsikan negatif.
“Persepsi elephant yang dulu konon kita anggap Gadjah sebagai simbol dari tokoh Nusantara, sekarang Elephant kekinian ini digambarkan sebagai betul-betul binatang. Jadi, dalam konteks binatang ini bisa dipersepsikan sangat menohok,” tutur Heru.
Ia secara jujur mengaku masih bangga menjadi bagian dari UGM, namun tak menutup mata atas dampak dari polemik ijazah Presiden Jokowi yang hingga kini belum menemukan titik terang.
“Gadjah Mada yang direpresentasikan sebagai binatang saat ini menjadi konsekuensi politik, dengan adanya polemik ijazah Jokowi yang diduga belum memperlihatkan titik terang,” tambahnya.
Sebagai solusi, Heru menyerukan agar UGM secara terbuka memverifikasi dokumen-dokumen administrasi perkuliahan Jokowi, termasuk dokumen wisuda.
“Baik yang akan dilakukan pihak Universitas, baik Roy Suryo dan saya sendiri, meminta agar menunjukkan langsung dokumen-dokumen berkaitan dengan administrasi ketika Jokowi kuliah,” terangnya.
Heru bilang, ruang diskusi publik terhadap UGM saat ini menjadi sangat bebas dan liar akibat belum adanya klarifikasi otentik.
“Saat ini masyarakat sebenarnya dalam konteks berekspresi berkaitan dengan UGM, sedang liar. Ruangan UGM dalam konteks akademik, dengan adanya polemik ijazah Jokowi, akhirnya masyarakat mempunyai kebebasan ruang kritis dan diskusi, bahkan berasumsi sangat liar diksi-diksinya,” kuncinya. (Muhsin/Fajar)