"Sementara galon guna ulang terbuat dari plastik, material yang tidak sesolid baja, masak tidak diatur masa pakainya," keluh David.
Investigasi KKI di lima kota besar di Indonesia menemukan kenyataan yang mengkhawatirkan. "Realitasnya, kami menemukan banyak galon guna ulang yang beredar di masyarakat justru berusia di atas dua tahun. Seharusnya tidak digunakan lagi, karena termasuk ganula atau galon lanjut usia," papar David.
Menurut David, galon-galon usia lanjut alias ganula ini seharusnya sudah "pensiun" alias tidak layak edar, namun tetap dipaksakan beredar.
Bahaya utama dari penggunaan ganula ini adalah pelepasan Bisphenol A (BPA), senyawa kimia berbahaya yang ada dalam plastik polikarbonat. David menjelaskan, "BPA adalah senyawa kimia sintetis yang digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat yang menjadi kemasan galon guna ulang. Semakin tua galon ini, semakin banyak BPA bisa luruh (terlepas) ke dalam air minum."
Dampak kesehatan dari paparan BPA tidak main-main dan bersifat jangka panjang. "BPA menurut para ahli adalah endokrin disruptor. Artinya, ia meniru hormon dalam tubuh manusia, sehingga ratusan penelitian menemukan paparan BPA berpotensi mengganggu fungsi hormonal tubuh, memengaruhi tumbuh kembang anak, bahkan meningkatkan risiko beberapa jenis kanker," terang David.
Mengingat jutaan penduduk Indonesia yang terancam oleh penggunaan ganula ini, David menekankan urgensi penanganan masalah ini. "Berdasarkan survei BPS, 40 persen masyarakat Indonesia itu mengkonsumsi air kemasan dari galon. Jadi artinya 40% dari 280 juta, sekitar 111 juta mengkonsumsi air minum dari galon dan bisa berpotensi terkontaminasi BPA."