Ia menambahkan bahwa usia lanjut turut memengaruhi kondisi kesehatan serta kebutuhan perawatan, sehingga pemberian hukuman maksimal dianggap tidak tepat, terlebih karena kasus ini tidak melibatkan kekerasan maupun korban jiwa.
“Dalam kasus ini, tidak ada kekerasan atau kerugian fisik langsung terhadap orang lain. Prinsip ultima ratio dalam hukum pidana juga harus diperhatikan,” lanjutnya.
Walaupun tidak secara eksplisit mengakui perbuatannya, majelis hakim mencatat bahwa Zarof bersikap kooperatif selama proses persidangan.
Selain hukuman penjara, Zarof Ricar juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar dengan subsider enam bulan kurungan, serta dikenai perampasan terhadap aset yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Zarof terbukti terlibat dalam permufakatan jahat bersama kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Mereka berupaya menyuap hakim agung Soesilo dengan nilai sebesar Rp5 miliar guna mempertahankan putusan bebas Ronald di tingkat kasasi.
Walaupun dana suap tersebut belum diserahkan, perbuatan tersebut tetap dikategorikan sebagai permufakatan jahat.
Lebih jauh lagi, pengadilan juga mengungkapkan bahwa Zarof menerima gratifikasi dalam jumlah besar selama satu dekade terakhir saat menjabat di lingkungan MA, yakni sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas.
Atas perbuatannya, ia dinyatakan bersalah melanggar sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 15, serta Pasal 12B juncto Pasal 18.