“Sikap kehati-hatian itu bisa dimaklumi, mengingat beliau adalah mantan pejabat negara. Namun faktanya, ia juga tidak secara eksplisit menolak narasi dari Beathor. Ini justru memunculkan ruang tafsir liar di masyarakat,” tambahnya.
Media, Wawancara Live, dan Risiko Multipersepsi
Roy juga menyinggung metode wawancara yang digunakan oleh Mikhael Sinaga dalam kanal YouTube Sentana TV.
Wawancara tersebut dilakukan secara doorstop tanpa editing, yang menurutnya justru menampilkan sisi kejujuran dan keterbukaan yang jarang terlihat dalam konten digital lainnya.
“Saya apresiasi sikap jujur dari media seperti Sentana TV dan Balige Academy. Mereka menayangkan seluruh proses tanpa sensor, termasuk saat Pak Ir. Kasmudjo membantah pernah menjadi dosen pembimbing skripsi atau dosen pembimbing akademik Jokowi di UGM. Ini sangat spektakuler dan memalukan bagi pihak yang selama ini mengklaim sebaliknya,” tegasnya.
Universitas Pasar Pramuka, Sejarah yang Panjang dan Miring
Roy kemudian membawa publik mundur ke latar historis kawasan Pasar Pramuka, yang menurutnya sudah sejak lama dikenal sebagai tempat jasa pengetikan dan penyedia bahan-bahan akademik.
“Di era 70-an, kawasan ini memang menjadi pusat jasa pengetikan skripsi, penjilidan, hingga percetakan. Dari sinilah mulai dikenal istilah UPP, bukan dalam artian universitas formal, tetapi sebagai simbol praktik pembuatan dokumen, termasuk ijazah palsu,” katanya.
Ia menyebut kawasan tersebut sebagai tempat Palu Gada (apa lu mau, gua ada) karena hampir semua kebutuhan dokumen bisa didapatkan di sana. Sayangnya, hal ini juga membuka peluang bagi praktik ilegal seperti pembuatan ijazah palsu.